Pemakai rok mini di sebuah institusi negeri ini |
Gadis berambut panjang menjuntai hingga punggung melenggang turun
dari angkot siang itu. Dataran aspal seperti menguap. Terik matahari
ganas merambat melalui pori-pori kulit. Wajah ini pun bak ditampar
olehnya. Bercelana pendek dan memakai kaos singlet adalah satu
kesejukan, antisipasi banjir keringat yang fatal. Buatku itu sebuah
solusi. Tapi tidak untuk gadis itu.
Ia melenggang percaya diri dibawah terik sang surya. Langkah penuh
kepastian ia tunjukan. Buku Retorika Modern ia tenteng. Ia seorang
pelajar nampaknya. Rok mini 15 centi diatas lutut terlihat melekat erat
pada medio tubuh. Sehelai gelang perak tipis melingkar di kaki sebelah
kanannya. Aroma parfum dengan kandungan alkohol diatas 30 persen kian
menarik indera.
Sambil berjalan, tak henti ia mengibas-ibaskan tangannya. Aku yakin
ia kepanasan. Kemeja krem tipis ketat yang menunjukan lekuk dadanya
nampak basah. Tampak jelas rangkaian tali hitam yang menutupi
payudaranya. Sungguh perpaduan warna yang kontras, sekontras suasana
siang itu. Aku berjarak tak lebih dari 3 meter, tepat dibelakangnya.
Bukan maksudku menguntitnya. Tapi, ini adalah jalan pulang yang mesti
kulalui. Jalan ini satu-satunya menuju ke tempatku.
20 meter lagi di depan adalah pangkalan ojek. Dan tentunya para
lelaki yang mengisi tempat itu. Aku sudah menebak dari jauh-jauh langkah
bahwa ia akan memberikan suguhan yang menarik buat para tukang ojek.
Tepat dugaanku. Tak sampai tepat di depannya, kurang dari 10 meter dan
mereka, para lelaki itu, sudah memasang mata siaga dan dengan sigapnya
menikmati ciptaan terindah Illahi.
Turuti saja gerak bola mata. Liur hasrat lelaki menetes dengan
derasnya. Bahkan, sampai 20 meter ia lewati pangkalan ojek itu, berpuluh
pasang mata lelaki ojek masih terus membuntutinya. Mereka pasti
menikmati sajian indah didepannya. Menelan ludah dan terus memasang
hayalan kosong meski jejak langkah si perempuan seksi itu telah lenyap
dari pandangan mata mereka. Mereka seperti tersihir.
Sang perempuan itu masih merasa risih dengan berpasang mata yang
terus membuntutinya. Sesekali ia menarik-narik turun rok mininya. Tapi,
itu tak berhasil. Ia salah, karena dengan itu mereka kian penasaran dan
melihat ke arah itu. Manusia sangat tertarik dengan gerak-gerik. Dan
saat si perempuan itu menggerakkan tangannya ke bagian manapun di
tubuhnya seketika itu juga mata lelaki akan mengikutinya.
Demo pro rok mini |
Rok mini, kemeja ketat, lekuk tubuh, kulit langsat, tetes keringat, dan high heels adalah komposisi siang itu. Menghasilkan satu sajian masakan nafsu makan siang yang ditutup dengan sebuah dessert hayalan liar plus tetesan liur.
Barangkali inilah cerminan minimnya budaya malu perempuan kita kini.
Menjumpai rok mini bukan persoalan sulit. Terpajang di setiap pojok
keramaian ibukota. Pun di sisi kampus yang penuh nuansa keilmuan rok
mini ikut eksis. Berdandan serba minim telah menjadi ideologi muda-mudi
urban masa kini.
Satu hal yang pasti bahwa lelaki pasti senang disodori oleh
pemandangan rok mini. Hal itu menunjukan jika si lelaki itu normal. Bagi
perempuan, ini harus bisa dijadikan koreksi. Jika memang merasa risih,
tolong jangan memakai pakaian serba mini. Jika Anda memakai rok mini,
ingat bahwa seketika itu harimau akan menerkam Anda.
Hmmm... rasanya perlu ada refresing etika tentang budaya malu. Meski sempat di ulas di beberapa media asing seperti daily mail yang "mempertanyakan" pemerintah dalam pengaturan rok mini, Saya tetap mendukung pemerintah untuk mengaturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar