Inspirasi
Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak atau pelayan. Namun Sam mencegah niat buruk itu.
Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak atau pelayan. Namun Sam mencegah niat buruk itu.
Akhirnya
terpaksa saya membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric
dilahirkan saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang
cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi
Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke
taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Keluarga
kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk.
Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal
seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta
Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu
saja. Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku
terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun..
telah berlalu sejak kejadian itu.
Saya
telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia
Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad,
sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati,
berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang.
Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama
putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan
tidak ada lagi yang mengingatnya.
Sampai
suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak.
Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arah
saya. Sambil tersenyum ia berkata, “Tante, Tante kenal mama saya?
Saya lindu cekali pada Mommy!” Setelah berkata demikian ia mulai
beranjak pergi, namun saya menahannya, “Tunggu…, sepertinya saya
mengenalmu. Siapa namamu anak manis?” “Nama saya Elic, Tante.”
“Eric? Eric… Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?”
Saya
langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai
perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba
terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film
yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa
jahatnya perbuatan saya dulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu.
Ya, saya harus mati…, mati…, mati… Ketika tinggal seinchi jarak
pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba
bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan
menjemputmu Eric…
Sore
itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad
dengan pandangan heran menatap saya dari samping. “Mary, apa yang
sebenarnya terjadi?” “Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah
saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu.” tTpi aku
menceritakannya juga dengan terisak-isak…
Ternyata
Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu
baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari
mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada
gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai
teringat betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya
dan Eric..Eric… Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang
lalu.
Dengan
perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka
pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap sekali… Tidak terlihat
sesuatu apa pun! Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan
dalam ruangan kecil itu.
Namun
saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong
kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya
mengamatinya dengan seksama… Mata mulai berkaca-kaca, saya
mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu
dikenakan Eric sehari-harinya…
Beberapa
saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun keluar
dari ruangan itu…. Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu
saya hanya diam saja. Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki
mobil untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya melihat
seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat kaget sebab suasana
saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang
demikian kotor. Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya
tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya
yang parau.
“Heii…!
Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!” Dengan memberanikan diri,
saya pun bertanya, “Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama
Eric yang dulu tinggal di sini?”
Ia
menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk!
Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya disini,
Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, ‘Mommy…, mommy!’
Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya
tinggal bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja
sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya
seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas
ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk
menulis ini untukmu…” Saya
pun membaca tulisan di kertas itu…
“Mommy,
mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi…? Mommy marah sama Eric,
ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji
kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom…” Saya
menjerit histeris membaca surat itu. “Bu, tolong katakan… katakan
di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! Saya
tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!” Brad
memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
“Nyonya,
semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah
meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat
kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di
belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut
apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya
ada di dalam sana… Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari
belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang
lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana.” Saya kemudian
pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi.
Note :
Inspirasi di atas sudah banyak sekali di posting dalam berbagai media on line. Namun tidak ada salahnya untuk di tayangkan kembali untuk "membangun kesadaran" terutama bagi orang tua yang telah diberi amanah dan anugerah olehNya berupa titipan permata hati di bumi dan di langit.
"....Sebuas-buasnya Harimau, Harimau tidak pernah sekalipun membuang anaknya...." Sebagai penutup, mari Kita bersama melihat clip di bawah ini sebagai renungan untuk hidup dan kehidupan :
Surat dari "Anak yang Terbuang" by Langgini.Net
Artikel lain terkait :
http://yottabaca.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar