Di sebuah portal berita yaitu tribunnews.com terdapat berita yang cukup menarik. Bunga (bukan nama sebenarnya), siswi kelas III salah satu SMA di Waingapu,
Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), terpaksa meminta bantuan kenalannya untuk
membawanya dirawat di RSUD Umbu Rara Meha-Waingapu. Permintaan ini dilakukan
karena tidak tahan dengan penyiksaan dan sikap keluarganya yang terus
memaksanya melakukan aborsi.
Kepada Pos Kupang yang menemuinya di RSUD Umbu Rara Meha-Waingapu, Selasa
(27/3/2012), Bunga mengatakan, sudah sebulan ini ia dipaksa keluarganya
melakukan aborsi terhadap kandungannya, baik dengan mengurut sendiri maupun
melalui dukun. Namun upaya yang dilakukan selalu gagal. Pihak keluarga, kata Bunga, memaksanya melakukan aborsi karena ia hamil di
luar nikah.
Diperagakan oleh model |
Dewasa ini, terkadang aborsi menjadi "the final solution" atas kehamilan yang tidak dikehendaki. Aborsi yang dilakukan tidak mengenal startifikasi sosial para pelakunya. Aborsi dilakukan oleh para pelaku dengan berbagai alasan dan latar belakang terjadinya kehamilan. Ada yang bermotif sosial ekonomi, mengejar karier, budaya dan lain sebagainya. Namun yang benar menurut hemat saya, aborsi yang benar dilakukan adalah atas dasar medis. Lalu sudahkah kita mengenal tentang aborsi itu sendiri....?
Aborsi
(gugur kandungan) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu
yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum
38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.
Dalam ilmu kedokteran, terdapat berbagai jenis aborsi:
- Spontaneous Abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami.
- Induced Abortion atau Procured Abortion: pengguguran kandungan yang disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
- Therapeutic Abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
- Eugenic Abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
- Elective Abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.
Dalam
bahasa sehari-hari, istilah “keguguran” biasanya digunakan untuk spontaneous
abortion, sementara aborsi digunakan untuk induced abortion. Resiko Aborsi
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan
seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan
aborsi ia “tidak merasakan apa-apa”. Ini adalah informasi yang sangat
menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena
tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Ada 2 macam resiko kesehatan
terhadap wanita yang melakukan aborsi:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan
secara fisik
2. Resiko gangguan psikologis
Resiko Kesehatan Dan Keselamatan
Fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa
resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku
“Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
- Kematian mendadak karena pendarahan hebat
- Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
- Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
- Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
- Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya
- Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
- Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
- Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
- Kanker hati (Liver Cancer)
- Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
- Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi
- Infeksi rongga panggul
- Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Angka kematian akibat
aborsi mencapai sekitar 13% dari angka kematian ibu hamil dan melahirkan di
Indonesia mencapai 390 per 100.000 kelahiran hidup, sebuah angka yang cukup
tinggi bahkan untuk ukuran kawasan Asia maupun dunia global. Resiko Kesehatan
Mental Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari
segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga
memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome”
(Sindrom Pasca Aborsi) atau PAS. Sindrom Pasca Aborsi termasuk dalam kategori
kelainan paska-trauma berat (Post Traumatic Stress Disorder), entah itu yang
akut (langsung terjadi) atau baru timbul di kemudian hari. Dalam bentuk akut,
gejala-gejalanya timbul dalam 6 bulan setelah trauma berlangsung dan biasanya
sembuh dalam waktu 6 bulan kemudian. Jika PAS timbul di kemudian hari,
gejala-gejalanya menetap lebih lama dan PAS akan timbul lama kemudian.
PAS yang
kebanyakan ditemui timbul dalam jangka waktu yang lama setelah aborsi dilakukan,
berbulan-bulan hingga beberapa tahun kemudian. Gejala-gejala ini dicatat dalam
“Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The
Post-Abortion Review (1994). Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi
akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
- Kehilangan harga diri (82%)
- Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
- Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
- Berteriak-teriak histeris (51%)
- Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
- Ingin melakukan bunuh diri (28%)
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi
perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.
Solusi Untuk mencegah maraknya aborsi yang dillakukan baik oleh dukun beranak maupun
oleh dokter dan spesialis, maka 6 butir solusi berikut dapat di pertimbangkan,
yaitu:
- Pendidikan seks dan agama sejak dini diberikan agar kelak bisa memasuki masa remaja atau dewasa muda memiliki pengetahuan bahwa prilaku seks bebas dilarang oleh agama.
- Bila terjadi juga “kecelakaan” (kehamilan diluar nikah) sebaiknya remaja yang bersangkutan dinikahkan. Bila tidak mungkin, kehamilan dapat diteruskan hingga melahirkan normal dan bayi dapat dirawat sendiri atau pun dirawat orang lain.
- Orang tua di rumah (ayah dan ibu), orang tua di sekolah (bapak dan ibu guru) serta orang tua di masyarakat (ulama, tokoh masyarakat, pejabat, aparat dan pengusaha) hendaknya menciptakan tatanan kehidupan bermasyarakat yang relijius, dan tidak memberikan peluang berupa sarana dan prasarana untuk dapat menjurus ke bentuk pergaulan bebas.
- Diperlukan penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada para remaja tentang dampak buruk aborsi akibat pergaulan bebas dari sudut pandang biologis, psikologis, sosial dan spiritual (agama).
- Kepada mereka yang melakukan tindakan pengguguran dikenakan sanksi hukum yang berat sesuai dengan hukum perundang-undangan yang berlaku.
- Organisasi profesi seperti IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan POGI (perhimpunan Obstetri Ginekologi Indonesia) hendaknya dapat menertibkan para anggotanya yang melakukan tindakan pengguguran.
Jadi kalo mau aborsi.... pikir dulu dech, oke...?
Source:
http://id.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan
http://id.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar