Beberapa hari yang lalu, guru saya, Pak Tung Desem Waringin, mengirimkan 1 buah email
yang sangat ‘menghibur’. Saat itu beliau naik salah satu maskapai
penerbangan di Amerika. Ternyata budaya dan passion untuk service di
perusahaan itu memang sudah langka. Mereka menghidangkan makanan dengan
cara dilempar. Beliau sampai berteriak menggoda, “Please, don’t kill
me”.
Ini sangat kontras dengan saat saya naik salah satu pesawat di China.
Di sana saya diberikan 1 lembar form kritik dan saran. Karena memang
saya orangnya blak-blakan, maka di beberapa item saya berikan penilaian
kurang baik. Saya sangat kaget ketika salah satu pramugara yang masih
sangat muda datang ke kursi saya. Dia menghampiri sambil membawa kertas
form saya.
Jujur saya kaget dan cukup cemas, apalagi wajahnya terlihat jauh dari
bahagia. Dia menghampiri saya dengan bahasa Inggris pas-pasan sambil
bertanya, “Mohon maaf pak, boleh saya tau kenapa anda memberikan nilai kurang bagus untuk poin ini?”, sambil dia menunjuk poin yang dimaksud. Saya lalu menjelaskan kenapa saya berikan penilaian demikian. Dia
mengucapkan terima kasih, lalu dia ke belakang pesawat. Dia memanggil
beberapa orang temannya, lalu mereka duduk membahas kertas masukan saya.
Mereka terlihat sangat serius dan langsung berdiskusi untuk bisa
memberikan service lebih baik.
Bila kita belajar dari kedua kasus ini, kita bisa tau. Ada orang yang tidak punya passion lagi sama sekali untuk melayani, ada juga yang mempunyai passion sangat besar untuk melayani. Apa yang harusnya dilakukan dengan orang yang sudah kehilangan passion? Pilihan pertama, anda bisa coba memotivasi. Kalau tidak mempan, relakanlah orang tersebut pergi. Walaupun sudah puluhan tahun bekerja. Anda mungkin tidak setuju dan protes, “Pak Ronald, orang tersebut kan sudah banyak berjasa, perusahaan berhutang budi padanya!”.
Saya katakan pada anda, perusahaan tidak berhutang apa-apa
padanya. Perusahaan membayar gaji dan bonusnya setiap bulan. Bahkan
sudah memberikan pelatihan untuknya. Menjadikannya jauh lebih baik
dibandingkan saat dia pertama kali masuk. Perusahaan sudah membayar kewajibannya. Karyawan memberikan tenaga, waktu dan passionnya; perusahaan sudah membayarnya. Tidak ada hutang apa-apa. Bila anda masih ngotot untuk mempertahankan orang yang sudah kehilangan passion ini, siap-siaplah dengan kemungkinan tidak baik.
Dave Caroll, salah seorang penyanyi, naik pesawat United Airlines.
Salah satu anggota band-nya melihat crew pesawat di darat melemparkan gitarnya.
Gitar seharga $3.500 itu rusak. Butuh $1.200 untuk memperbaikinya. Dia
meminta United Airlines menggantinya. Dave komplain lewat email &
telephone, namun United Airlines ‘menutup’ telinganya selama 9 bulan.
Akhirnya dia mengeluarkan sebuah lagu yang berjudul “United Breaks Guitar”. Anda bisa melihat videonya di sini:
Lagu ini bahkan meraih peringkat 1 untuk Country Western song di
iTunes UK’s download chart. Dalam 4 hari, videonya telah ditonton lebih
dari 1,5 juta orang. Bahkan videonya sekarang telah ditonton oleh lebih
dari 12 juta orang (3 Juni 2012). United akhirnya mengalah dan
menawarkan kompensasi sebesar $3.000. Kompensasi ini akhirnya
disumbangkan untuk amal. Namun usaha ini telah terlambat.
Bagaimana efeknya terhadap United? 4 hari setelah video tersebut
keluar, saham United turun 10%. Kerugiannya sekitar $180 juta atau 1,8
trilliun Rupiah.
Nah, mari kita kembali ke topik awal. Bila anda memiliki karyawan
yang sudah kehilangan passion untuk memberikan service, apa yang
sebaiknya anda lakukan? Bila anda tetap mempertahankannya, mungkinkah perusahaan anda terkena dampaknya? Ayo kita take action! Kita jadikan perusahaan kita lebih baik.
Artikel terkait :
Source :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar