Alkisah, suatu hari seorang professor diundang untuk berbicara di sebuah basis militer. Setiba di bandara, sang profesor dijemput oleh seorang prajurit muda yang ditugaskan untuk melayani kebutuhannya selama kunjungannya di sana. Setelah berjumpa dan saling memperkenalkan diri, mereka pun menuju ke tempat pengambilan kopor. Sepanjang perjalanan, si prajurit sering menghilang. Banyak hal yang dilakukannya secara spontan.
Ia membantu seorang wanita tua yang kopornya jatuh dan terbuka. Kemudian mengangkat dua anak kecil agar mereka dapat melihat atraksi yang digelar di hari-hari tertentu di bandara tersebut. Ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Setiap kali ia kembali ke sisi sang profesor tampak raut puas dan senyum lebar menghiasi bibirnya.
“Anak muda, bapak sungguh terkesan dengan kebaikan hatimu. Darimana kamu belajar melakukan hal-hal seperti itu?” tanya sang profesor penasaran menyaksikan ulah lincah si prajurit.
“Melakukan apa, Prof?” tanya si prajurit.
“Begitu sibuk memperhatikan dan menolong orang lain. Darimana Anda belajar untuk hidup seperti itu?”
“Oohh, selama masa perang saya kira,” jawab si prajurit sambil tiba-tiba mengerutkan kening, seakan mengingat banyak kejadian buruk di masa perang.
Kemudian dia bertutur tetang kisah perjalanan tugasnya selama di medan perang. Saat itu dia ditugaskan untuk ikut serta membersihkan ladang ranjau. Di situ, dia harus menyaksikan satu per satu temannya tewas terkena ledakan ranjau di depan matanya tanpa dia bisa berbuat sesuatu apa pun. Sungguh luka hati dan duka yang tidak bisa diterimanya selama ini.
“Saya belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah,” katanya dengan nada tercekat. “Saya tidak pernah tahu, apakah langkah berikutnya merupakan pijakan yang terakhir, sehingga saya belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan ketika mengangkat dan memijakkan kaki. Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah perjudian antara hidup dan mati, dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini. Saya ingin bermanfaat sebanyak-banyaknya bagi siapa saja selama saya masih diberi waktu oleh kehidupan ini. Karena saya rasakan begitu banyak hal-hal yang masih ingin saya lakukan dan begitu sedikit yang telah saya kerjakan. Sedangkan berkaca dari pengalaman, seakan begitu sedikit waktu dan kesempatan yang tersedia dan masih tersisa…”
Kesadaran akan nilai waktu, kadang dipicu karena pengalaman di kehidupan ini. Saat sebuah kehidupan dimulai, kepastian yang akan datang adalah kematian. Kita tidak pernah tahu kapan itu akan terjadi karena itu adalah rahasia Tuhan.
Sebelum semua terlambat dan kata sesal mengikutinya, mari bersama kita manfaatkan waktu yang masih kita punyai untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga, dan tentunya bagi banyak orang. Agar di kehidupan ini peranan kita sebagai manusia punya arti positif dan nilai yang hakiki untuk kini dan "nanti".
Artikel terkait :
Source :
http://www.ceritamu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar