Halaman Muka

Jumat, 08 Juni 2012

Success Can Lead to Arrogance...!??!!#!!

Tidak ada masyarakat dimana pun juga dapat menerima seorang yang gagal maka Anda tidak perlu berharap ada orang yang dapat menghargai Anda apalagi menghadiahi produk kegagalan Anda. Masyarakat lebih menghargai seorang yang sukses dan melupakan seorang yang gagal. Dalam setiap orang , kesuksesan berarti ia telah berhasil mengatasi masalah keuangan, promosi kerja, membina keluarga dan status sosial yang meningkat. Bila Anda termasuk orang yang gagal, maka tidak ada seorang pun dapat memahami kegagalan Anda, bahkan mereka menghukum Anda .
Setiap individu yang "normal", pasti mendambakan kesuksesan dalam hidup. Dan setiap individu yang berharap akan perubahan "hidup" menjadi lebih baik dari sebelumnya, pasti ingin merasakan kesuksesan. Upaya yang keras, smart dan pengorbanan adalah syarat mutlak dalam mencapai kesuksesan. Resiko yang harus ditempuh untuk mencapai sukses biasanya tidak setiap orang bersedia dan mampu untuk menghadapinya. Atau dengan kata lain, ingin sukses namun tanpa upaya, resiko dan pengorbanan yang harus ditanggung. 

Beberapa tahun lalu, salah seorang rekan saya sempat berujar : " Biasanya Bro... Orang yang tadinya "no body" lalu menjadi "some body" cendrung jadi sombong....." Hmmm... Karena pernyataannya itulah, saya mencoba mencermatinya. Memang... ada yang berubah menjadi "lain" , namun ada juga yang biasa saja dan bahkan ada yang menjadi lebih "care" kepada sesama.

Segala sesuatu di dunia ini pasti berpasang-pasangan. Demikian juga dengan kesuksesan, ada yang membawa nilai "positif" dan sekaligus membawa nilai "negatif".  Dan memang, manusia dipilihkan dua jalan, mau jalan yang positif atau jalan yang negatif. Dan itu adalah pilihan manusia, karena hidup itu adalah mengambil suatu pilihan. Salah satu "penyakit" dari kesuksesan seseorang adalah "arogansi".  Arogan adalah sikap angkuh dan sombong yang ditunjukkan seorang individu yang merasa dirinya paling hebat, paling pintar, paling berkuasa, paling berperan dibandingkan dengan orang lain. Penyakit mental ini biasanya menjangkiti seseorang yang sedang dalam posisi puncak, karirnya menanjak atau bisnisnya sedang berkembang pesat dan lain sebagainya.

Seorang CEO dari perusahaan Fortune 100 mengatakan :
"Success can lead to arrogance. When we are arrogant, we quit listening. When we quit listening, we stop changing. In today’s rapidly moving world, if we quit changing, we will ultimately fail.” 
(Sukses bisa membuat Kita jadi arogan. Saat Kita arogan, Kita berhenti mendengarkan. Ketika  Kita berhenti mendengarkan, Kita berhenti berubah. Dan di dunia yang terus berubah dengan begitu cepatnya seperti sekarang, kalau Kita berhenti berubah, maka Kita akan gagal).


Ungkapan CEO tersebut adalah salah satu dari sekian banyak masukan yang dapat kita dapatkan dalam seminar maupun buku motivasi. Hal ini dikarenakan cukup banyak dari mereka yang sudah pernah meraih kesuksesan pada akhirnya harus jatuh karena terlalu bersikap arogan. Sebetulnya amat disayangkan jika seseorang yang sudah mencapai kesuksesan lalu berbuat arogan. Karena untuk bisa menggapai posisinya yang sekarang tentu dibutuhkan perjuangan yang sangat keras. Beberapa dari mereka harus menggapainya dengan susah payah, rela hidup dalam kesusahan, mau mengorbankan kesenangannya demi untuk mendengar dan belajar bagaimana cara untuk sukses dari orang-orang yang sudah berhasil.

Tetapi ketika kesuksesan sudah ada di genggaman, justru mereka tak lagi mau belajar dan mendengarkan. Mereka menjadi lupa diri, merasa sudah berhasil tidak perlu lagi menerima masukan dari orang lain. Yang dulu hidupnya merakyat, kini berubah menjadi high class. Yang dulu menganggap semua orang adalah teman, kini yang kaya-lah yang layak menjadi temannya. Yang dulu bersedia menerima nasehat, kini justru menganggap orang lainlah yang harus mau menerima nasehatnya. Sikap dan perilakunya berubah drastis seiring dengan tingkat kesuksesan yang diraihnya. Orang seperti itu akan terbelenggu dengan kesuksesannya sendiri, yang membuat dia tak lagi mau belajar (silahkan lihat : Open Mind). Bahkan yang lebih tragis, menjadikan orang tua seperti baby sister atau pembantu dan orang tua "takut" kepada anaknya. Hmmm... kiamat udah dekat nich...

Banyak bukti orang yang sudah sukses kemudian mereka kembali lagi ke posisi "NOL" dikarenakan sifat arogansinya. Pada saat di seminar, kita akan bisa mendengarkan sharing dari mereka yang mengalami kebangkrutan karena kesombongannya sendiri. Juga di buku-buku motivasi bisa kita baca kisah-kisah mereka.

Sudah banyak cerita dan sejarah yang mendeskripsikan tentang individu yang arogan. Ketika berkuasa, semua orang tunduk dan patuh kepadanya. Semua berupaya membuat senang / ABS (Asal Bapak Senang). Setiap yang memberi masukan, kritik dan saran dibabat habis. Namun pada titik akhir perjalanan, semua yang dahulu mendukung, memuja dan mengidolakan, pada akhirnya menjauh. Dan masih banyak kisah lain yang dapat di ambil hikmahnya...

Arogansi bisa terjangkit pada siapa saja. Termasuk seorang pendidik, guru, dosen, yang tiap hari memberi pelajaran bagi orang lain. Maka jika kita ingin meraih kesuksesan dan mempertahankannya, hindarilah sikap arogan pada diri Kita.


Kita tahu bahwa semua derajat manusia di mata Tuhan adalah sama. Yang menjadi tolok ukur kesuksesan utama Kita sebetulnya bukan kekayaan yang kita miliki,  bukan karyawan yang tunduk patuh dengan perintah Kita, bukan juga penghormatan yang sering kita terima, terutama dari para penjilat. Kesuksesan yang utama adalah seberapa besar yang telah  Kita lakukan  dapat bermanfaat untuk orang lain. Dan yang pasti, menurut hemat penulis, sukses dalam hidup ini adalah ketika Kita semua "sukses" ketika berpulang kepada Sang Pencipta.






Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...