Halaman Muka

Sabtu, 02 Juni 2012

Kisah Sebungkus "Supermi"

Tiga Puluh Tahun Yang Lalu

Sarimi dewasa kini (Indofood.com)
Saat ini beragam merek mie instan telah banyak ditemukan. Harganya pun bervariasi serta terjangkau bagi semua kalangan. Beraneka ragam rasa, bentuk dan cara penyajian telah tersedia. Keberadaanya pun mudah ditemukan, dari super market, midi market, mini market, pasar modern dan pasar tradisional bahkan warung kecil sekalipun menyediakannya. Mie instan saat ini juga bukanlah makanan yang luar biasa. Yang pasti di era 90-an, mie instan adalah makanan khas para mahasiswa yang mendapat kiriman orang tua sebesar 20, (dua puluh koma). Ya... di tanggal 20 setiap bulannya mereka koma... he..he..he.. 

Di era tersebut para rekan pramuka (pandu) dan rekan-rekan pencinta alam menjadikan mie instan bahan pokok wajib dibawa dalam setiap kegiatan di lapangan seperti perkemahan dan pendakian gunung. Ada kenikmatan tersendiri bila menikmati mie instan dan bahan makanan tambahan lainnya, bila dimasak dengan kompor parafin. Dinginnya cuaca pada saat kegiatan lapangan dapat ter-hangat-i dengan hidangan mie instan yang terkadang dimasak setengah matang karena keterbatasan parafin. Kenikmatan tersebut dituntaskan dengan minuman penutup berupa kopi hangat atau teh hangat. Hmmm... jadi ingat masa lalu nich... 

Demikian juga para aktivis kampus yang sering melakukan kegiatan organisasi hingga larut malam. Ketiadaan juru masak dan peralatan masak terkadang disiasati dengan meremukan mie instan yang telah dicampur dengan bumbunya, maka jadilah camilan ringan yang mengandung karbohidrat sebagai pengganjal perut.

Pernahkah para pembaca mengetahui bahwa mie instan bermerek "Sarimi" pada waktu 30 tahun yang lalu berharga Rp 300,-....!!@!@!?   Ya.. Tiga Ratus Rupiah.. Dan permen "Davos" pada saat itu berharga Rp 10,-.  Barangkali dan itu pasti saat ini nilai Rp 300,- relatif tidak memiliki nilai. Parkir sepeda motor saja, saat ini telah senilai Rp 1000,- bahkan ada yang per jam-nya saja.


Diperankan oleh model
Namun bagi dua bocah kecil kakak beradik yang tinggal di belakang Pasar Kramat Kota Cirebon pada masa 80-an, Supermi merupakan sebuah makanan yang mewah sekali. Karena keterbatasan ekonomi (dalam arti ketiadaan untuk membeli makanan selain makanan pokok sehari-hari) dan pendidikan Sang Bunda dalam menanamkan pentingnya sikap hidup berhemat, untuk mencicipi Supermi kedua bocah tersebut harus berusaha "cukup smart" untuk mendapatkannya. Kedua bocah cilik itu berupaya mengumpulkan koran-koran bekas dan kertas-kertas yang tidak terpakai lagi.

Koran-koran bekas dan kertas-kertas yang tidak terpakai lagi itu dikumpulkan untuk dijual kepada para pedagang yang ada di Pasar Kramat kota Cirebon. Pada masa itu harga kertas dan koran bekas dihargai sekitar Rp 100,- sd Rp 150,-  Perlu mendapatkan 3 kg kertas dan koran bekas untuk dapat mencicipi "sajian mewah" hanya semangkuk Supermie. Bila hasil penjualan kertas dan koran bekas melebihi dari target yang ditentukan, maka kedua bocah tersebut "naik kelas" yaitu dengan membeli sebungkus Indomie yang harganya lebih mahal. Dan bila masih ada sisa uang, uang tersebut dibelikan sayuran pelengkap hidangan. Ada kebahagiaan dan keriangan dari kedua bocah cilik kakak beradik itu ketika berhasil menjual koran dan mencicipi mie instan, apalagi bila "naik kelas" plus ada tambahan sayurannya. Tentu saja Sang Bunda menambahkan sayap ayam (sewiwi)  atau sebutir telur sebagai hadiah atas keberhasilan kedua putra dan putrinya dalam mempelajari hidup dan kehidupan. Ya.. Sayap Ayam... Itu juga merupakan hidangan "wah" bagi bocah cilik tersebut.


Bunda Kedua Bocah Cilik



Kini 30 tahun telah berlalu... Namun pelajaran tentang hidup dan kehidupan, berbagi, belajar berdagang, belajar selalu berusaha untuk meraih impian dan kebahagiaan pada saat menikmati hidangan "wah" tersebut masih terekam dan tertanam kuat bagi kedua bocah tersebut. Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi inspirasi dan motivasi dalam mengarungi hidup dan kehidupan......, semoga......






Sebagai penutup, mari Kita simak bersama tiga clip berikut :


Renungan Ibu, By Lead Pro Consultan


Ibu by Iwan Fals


Renungan : Ibu, by IvanChadafi Hasan

Note :
Tulisan ini merupakan true story yang berhasil diamati oleh admin blog ini. Keluarga tersebut kini berjumlah empat bersaudara dan tersebar di berbagai kota di Indonesia dalam mengarungi kehidupan. Tulisan ini didedikasikan kepada Sang Bunda yang telah mengajari kedua bocah cilik kakak beradik itu dalam mempelajari nilai arti hidup dan kehidupan untuk kini dan "nanti" ketika semuanya berpulang.....
 
Lihat juga tentang kisah bocah cilik yang menginspirasi: 
Source :

http://id.wikipedia.org







Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...