Rendah Hati Ditengah Dominasi Dan Arogansi
Dulu, Kita diajarkan untuk bersikap rendah hati. Sekarang, orang sering
keliru menerjemahkan kerendahan hati sebagai kelemahan. Walhasil,
banyak orang yang bersikap rendah hati bukannya dihormati, melainkan
direndahkan. Kelihatannya nyaris tidak ada lagi tempat untuk kerendahan
hati ketika Kita lebih mementingkan penampilan fisik, dan pencapaian
yang sifatnya materialistik.
Padahal, tanpa kerendahan hati, Kita tidak
mungkin sekedar mau menerima kehadiran orang lain, mendengar kata-kata
mereka, atau saling menghormati dengan setulus hati. Konsekuensinya,
banyak orang yang harus membusungkan dada atau memperlihatkan
kepemilikan serta ‘power’ untuk sekedar mendapatkan pengakuan. Mereka
yang ‘berani’ menampilkan siapa dirinya adalah orang-orang yang
diterima. Namun mereka yang rendah hati cenderung tidak mendapat tempat.
Akhirnya, kita lebih banyak mendapatkan ‘tong kosong’ daripada yang
benar-benar memiliki isi. Menurut pendapat Anda, masihkah Kita perlu
bersikap rendah hati?
Di belakang panggung sebuah forum keilmuan, saya menyaksikan
seseorang mendapatkan ‘teguran keras’. Saya sungguh terkesan dengan
sikap orang yang ditegur itu. Dia tersenyum, sambil memperhatikan
teguran yang ditujukan kepadanya. Meski saya tidak mengenalnya, namun
saya menyadari bahwa orang ini jauh lebih berilmu daripada orang yang
menegurnya. Beberapa pekan kemudian, tanpa diduga Kami berjumpa lagi dan
bisa berinteraksi selama beberapa hari. Saya semakin menyadari jika
beliau adalah orang yang ‘berisi’. Beberapa minggu setelah pertemuan
itu, saya tahu jika ternyata beliau ini memang bukan orang sembarangan.
Sering tampil di radio dan beberapa kali di televisi; bukti pencapaian
pribadi yang melampaui kebanyakan orang. Saya tertegun. Oh, Tuhan baru
saja mengirimkan pelajaran penting melalui sosok pribadi berilmu tinggi
namun rendah hati.
Bagi Anda yang tertarik menemani Saya belajar menjadi
pribadi yang berilmu tinggi namun tetap rendah hati; saya ajak untuk
memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut
ini:
Milikilah Ilmunya dan Kuasailah Keterampilannya.
Ada orang yang berpendapat bahwa kalau Kita bersikap rendah hati, maka Kita akan dilecehkan. Benarkah? Ada benarnya juga. Kenyataannya memang
ada orang-orang yang jika Kita bersikap sopan kepada mereka, malah
menterjemahkan kesopanan dan kerendahan hati Kita sebagai kelemahan. Lalu
mereka melecehkan. Jadi, apakah Kita harus tetap rendah hati?
Ya.
Tetaplah rendah hati. Lho, bukankah orang ini akan melecehkan Kita?
Tidak. Mengapa? Karena tak seorang pun dapat melecehkan orang yang
‘tidak bisa dilecehkan’. Meskipun rendah hati, Anda tidak akan
dilecehkan jika memang Anda tidak dapat dilecehkan. Bagaimana caranya
supaya Kita tidak dilecehkan? Milikilah ilmunya. Percayalah, tak seorang
pun sanggup melecehkan orang-orang yang berilmu tinggi. Dan kuasailah
keterampilannya, karena tak seorang pun mampu melecehkan mereka yang
terampil. Maka tetaplah bersikap rendah hati, sambil terus menambah ilmu
dan meningkatkan keterampilan.
Berikan kemudinya, dan peganglah kunci kontaknya.
Orang yang rendah hati juga beresiko untuk dilucuti. Artinya, orang
lain cenderung mendominasi. Dikasih hati, makan jantung. Jadi, masihkah Kita perlu bersikap rendah hati? Tetap….. Teruslah bersikap rendah hati.
Kalaupun orang lain ingin mendominasi, izinkan dia. Perhatikan kata
‘izinkan’.
Jika Anda yang memberinya ‘izin’ untuk mendominasi, siapa
yang sesungguhnya memegang kendali? Minimal Anda tidak akan merasa sakit
hati. Maksimalnya? Anda bisa memegang kendali atas orang-orang yang
mengira bisa menguasai Anda, padahal tidak sama sekali. Dia berkuasa
karena Anda mengizinkannya.
Perhatikanlah orang-orang di lingkungan
Anda, apakah ada yang ‘rindu’ dengan dominasi? Jika ada, maka Anda tidak
perlu menantang dominasinya. Berikan izin kepadanya untuk terus
mendominasi, namun jangan biarkan keputusan-keputusan penting yang
berkaitan dengan diri Anda diambil alih olehnya. Tetaplah
mendengarkannya, namun Andalah yang menentukan apakah kata-katanya boleh
diikuti, atau tidak. Ibaratnya, Anda memberikan strir kemudi kepada
seseorang namun Andalah yang memegang kunci kontaknya.
Seraplah energinya, dan duplikasilah kekuatannya.
Orang-orang yang dominan juga cenderung untuk ‘memamerkan kekuatannya’.
Jika memang kekuatan itu sangat bermakna maka memberi kesempatan kepada
mereka untuk mendominasi namun tetap memegang kendali bisa memberi Kita
kesempatan mendapatkan tambahan energy dan kekuatan. Akui saja jika Kita tidak serba tahu. Maka boleh jadi memang seseorang yang mendominasi
mempunyai sesuatu yang bisa Kita pelajari.
Kita beruntung jika dapat
menyerap energinya, karena Kita bisa mendapatkan tambahan kekuatan.
Bagaimana jika tidak ada hal positif yang bisa kita serap darinya? Maka
itu artinya Anda berada dalam lingkungan berisi tong kosong. Jangan
terlalu lama di tempat seperti itu. Atau terlibatlah, hanya seperlunya
saja. Tidak usah terikat ditempat yang tidak bisa memberi manfaat.
Carilah tempat lain dimana Anda bisa secara leluasa untuk tetap bersikap
rendah hati tanpa harus kehilangan harga diri. Jika ditempat lain pun
Anda temukan orang-orang yang cenderung mendominasi? Seraplah energinya,
dan duplikasilah kekuatannya.
Berpijaklah di dunia yang datar.
“The world is
flat,” kata Thomas Friedman. Dia merujuk kepada kemajuan teknologi
informasi. Dalam konteks ini, Saya ingin meminjam istilah itu untuk
menjelaskan bahwa Kita semua berpijak didataran yang sama tinggi. Tidak
ada tinggi atau rendah. Di tempat datar, Kita semua setara, sebanding,
setimbang. Karenanya, tidak relevan jika Kita bersikap rendah hati
sambil pilih-pilih orang. Sangat mudah untuk bersikap rendah hati kepada
orang-orang yang mempunyai hirarki lebih tinggi.
Makanya, gampang untuk
bersikap hormat kepada atasan tapi sulit untuk sekedar sopan kepada
bawahan. Mudah untuk ramah kepada orang yang mempunyai pengaruh, tetapi
rumit untuk sekedar melirik mereka yang ‘bukan siapa-siapa’. Ringan
untuk menghargai orang-orang yang Kita nilai lebih berilmu, namun berat
rasanya untuk sekedar mengakui keberadaan mereka yang Kita anggap tak
lebih pintar dari diri Kita. Ingatlah nasihat para Nabi;”Yang membedakan
manusia dihadapan Tuhan, hanyalah tingkat ketakwaannya.” Dan ketakwaan
tidak ada kaitannya dengan jabatan, kebangsawanan, maupun kepemilikian.
So..... berpijaklah di dunia yang datar.
Menyerahlah….
Salah satu kata terindah yang
paling saya sukai dari guru Yoga saya adalah ‘surrender…’. Menyerahlah…
Ini bertolak belakang dengan kalimat-kalimat motivasi pada umumnya;
“fight!” Lawanlah!. Oh, no no,no…. Humbleness is to fight with
surrender. Melawan dengan penyerahan diri. Ehm, rada berat nih. Baiklah......
Dalam Yoga, justru Kita meraih kekuatan melalui penyerahan diri. Bukan
menyerah kepada lawan Kita, melainkan kepada alam semesta. Jika tubuh
ini Kita biarkan melebur dengan alam, maka dia akan menjadi bagian dari
alam. Mengikuti gerakan dan nafas yang dimainkan oleh alam. Sehingga Kita mulai memahami energy alam, sedangkan alam memberikan
perlindungannya. Semua hal di alam ini adalah energy. Dan Kita tahu
bahwa jumlah energy itu tetap. Tidak berkurang dan tidak bertambah. Jika Kita mampu menyelaraskan energy didalam diri Kita dengan
energy alam, maka energy itu akan menyatu sedemikian rupa sehingga Kita
akan menjadi bagian dari energy alam.
Bukankah tidak ada orang yang bisa
melawan kekuatan energy alam? Maka siapa saja yang surrender pasti
menjadi bagian dari alam. Sedangkan mereka yang ‘melawan’ harus
berhadapan dengannya. Ketika Anda tetap rendah hati, alam merespon Anda
secara positif. Dan dia akan melindungi Anda dari perlakukan buruk
orang-orang yang arogan. Benarkah? Benar. Buktinya, tidak ada orang yang
simpati kepada mereka yang arogan.
Kita sudah cukup jauh membicarakan tentang resiko orang-orang yang
bersedia untuk tetap bersikap rendah hati. Dan Kita juga sudah
membicarakan orang-orang yang memandang sebelah mata kepada mereka yang
rendah hati.
Pertanyaannya adalah; apakah Kita termasuk orang yang
rendah hati itu, ataukah justru Kita yang bersikap negatif kepada
orang-orang yang rendah hati itu? Jangan-jangan Kitalah yang termasuk
kedalam kelompok kedua yang sedang Kita bicarakan itu. Hmmm... betapa
gampangnya membicarakan kekurangan orang lain. Padahal ternyata,
kekurangan itu justru ada dalam diri Kita sendiri.
Kalau begitu, ayolah Kita dengarkan kembali nasihat orang tua kita untuk bersikap rendah
hati. Karena bersikap rendah hati berarti Kita memiliki kemampuan yang
tinggi namun tetap respek kepada orang lain. Tidak usah risau dengan
mereka yang merendahkan karena kerendahan hati yang Kita tunjukkan.
Sebab Tuhan pun telah berfirman; “Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha
Pengasih itu adalah; orang-orang yang berjalan dimuka bumi dengan rendah
hati. Dan apabila ada orang yang merendahkan mereka, maka mereka
membalasnya dengan ucapan ‘salam’. (kudoakan engkau selamat).”
Artikel lain yang terkait :
Source :
http://www.dadangkadarusman.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar