“$#!^!, gua melulu yang dijadikan bumper!”
Ini adalah umpatan yang
cukup sering kita dengar. Rupanya banyak juga ya orang yang ‘merasa’
dirinya dijadikan sebagai bumper bagi kepentingan pihak lain. Selama
ini, saya tidak benar-benar memahami makna umpatan itu. Tetapi tadi
malam, saya mendapatkan ‘penjelasan’ yang terang benderang. Saya dalam
perjalanan pulang dari sebuah sesi training di Bandung ketika di
kilometer 66 tol Cikampek mobil di depan saya mengerem mendadak. Dia
melakukan itu karena truck raksasa didepannya mengerem mendadak. Dan
saya yakin, truck itu mengerem mendadak karena kendaraan didepannya juga
mengerem mendadak. Semua mobil yang kompak mengerem mendadak didepan
saya itu selamat dari hantaman mobil dibelakangnya. Sayang, mobil saya
ditabrak oleh mobil lain di belakang saya. Benturan keras itu
menimbulkan kerusakan berat di bumper belakang mobil saya.
Sekarang, saya mulai bisa memahami apa yang dirasakan oleh mereka
yang ‘merasa’ dirinya dijadikan sebagai bumper. Mereka ‘merasa’ dirinya
harus menanggung resiko dan kesulitan untuk melindungi orang atau pihak
lain. Boleh jadi sebenarnya saya juga pernah diposisikan seperti itu.
Mungkin, Anda juga demikian. Kita semua sama-sama pernah berada pada
posisi sebagai bumper itu. Bedanya, ada orang yang ‘merasa’ dan ada yang
‘tidak merasa’. Oleh sebab itu, kita perlu belajar untuk menikmatinya.
Jika tidak, maka kita akan ‘merasa’ sangat tersiksa.
Bagi Anda yang
tertarik menemani saya belajar menikmati saat-saat menjadi bumper; saya
ajak untuk memulainya dengan merenungkan 5 pemahaman Natural
Intelligence berikut ini:
1. Ikhlas menerima peran yang memang seharusnya kita mainkan.
Saya memandang bumper mobil itu dengan perasaan sayang. Apa yang akan
dia katakan seandainya bisa bicara? Apakah dia akan mengeluhkan
perannya? “Mengapa aku yang harus menanggung sakit ini, sedangkan jok
kulit itu enak-enakan bertengger di ruang ber-AC!” Setelah mengerahkan
seluruh daya imajinasi yang saya miliki, saya menyimpulkan bahwa sang
bumper tidak mengeluh seperti itu. Bersama baut, roda, tuas transmisi,
pedal gas, lampu, serta semua komponen pembentuk mobil itu dia telah
memahami perannya masing-masing. Mereka faham apa yang menjadi bagian
tanggung jawabnya, serta resiko yang harus dipikulnya. Maka ketika resiko
itu terjadi, mereka tidak mengeluhkannya sama sekali. Pedal gas tidak
pernah mengeluh sekalipun diinjak-injak. Roda tidak kesal karena harus
terus berlari sepanjang perjalanan yang tanpa henti. Mesin tidak
mengomel sekalipun selalu berada pada tempat yang paling panas. Dan
bumper itu? Menerima dengan ikhlas ketika perannya sedang sangat
dibutuhkan. Malam itu, saya mendapatkan pelajaran bahwa setiap orang
memiliki peran dan fungsi masing-masing. Selama kita ikhlas menerima
peran itu, maka kita akan dapat menikmatinya.
2. Setiap peran dan tindakan pasti ada perhitungannya.
Pagi-pagi sekali, saya mendatangi bumper itu. Lalu mengelusnya dengan
lembut, dan saya katakan;”Terima kasih, kamu telah menyelamatkan jiwa
kami….” Itulah ‘reward’ terbaik yang bisa saya berikan. Tidak lebih.
Karena bahkan bengkel pun tidak akan bisa mengembalikan bentuknya.
Selesai sudah perjalanan hidupnya. Manusia, jauh lebih beruntung
daripada benda-benda. Karena setelah ‘selesai’ menunaikan tugasnya,
setiap insan akan memasuki ‘dunia baru’ dimana disana setiap peran dan
tindakan yang kita mainkan diperhitungkan. Orang-orang yang telah secara
ikhlas memainkan peran dan tanggun jawabnya pasti akan mendapatkan
pahala yang memuaskan. Sedangkan mereka yang menggerutu atau melarikan
diri dari tanggungjawabnya pasti akan ditanya;”mengapa kamu begitu?”.
Dunia hanyalah sekedar persinggahan bagi kita. Disini, kita hanya
sekedar berhenti sebentar untuk mengumpulkan cukup bekal. Agar di
kehidupan berikutnya, kita bisa tinggal dengan nyaman dan menyenangkan.
3. Periksa apakah Anda sudah berada posisi yang seharusnya.
Ikhlas, tidak sama artinya dengan selalu menerima apapun yang
ditimpakan kepada kita. Ikhlas berarti bertanggungjawab penuh terhadap
fungsi dan peran yang sepatutnya kita mainkan. Dan ikhlas, juga berarti
menempatkan segala sesuatu pada posisi dan proporsinya masing-masing.
Saya membayangkan jika bumper itu ditukar posisinya dengan stir
pengendali kemudi. Atau sebaliknya. Tentu mobil itu tidak lagi bisa
berfungsi. Begitu juga halnya kita. Jika fungsi dan peran kita adalah
sebagai bumper, maka tidak fair jika kita iri pada fungsi orang lain
yang kita pandang ‘lebih enak’. Tetapi, jika peran kita sebagai baut,
namun difungsikan sebagai bumper; maka kita berhak untuk menolak. Bukan
menolak karena kita tidak menyukainya, melainkan karena fungsi kita
tidak akan pernah optimal jika diposisikan tidak pada tempatnya. Maka
jika Anda masih ‘merasa’ sering dijadikan sebagai bumper, ada baiknya
juga untuk melihat dimana sebenarnya posisi Anda. Jika memang itulah
posisi Anda, maka ikhlasnya Anda berarti menerima kenyataan bahwa memang
Anda adalah bumper. Jika posisi Anda bukan bumper, maka ikhlas bagi
Anda adalah untuk mengingatkan ‘sang pemilik mobil’ bahwa Anda bisa
berkontribusi optimal pada tempat dimana Anda seharusnya berada.
4. Memasang penyerap guncangan bagi jiwa kita.
Makna
harafiah dari kata ‘bumper’ adalah ‘shock absorber’. Merenungkan makna
ini saya menjadi ingat tentang betapa banyaknya hal yang bisa membuat
jiwa kita shock. Kabar yang tidak kita inginkan, perlakukan yang
mengecewakan, kehilangan sesuatu yang kita sayangi; adalah beberapa
contoh peristiwa yang bisa mengguncangkan jiwa kita. Ada orang yang
sedemikian terguncangnya hingga kehilangan akal sehat. Ada yang terus
tenggelam dalam guncangan itu hingga tidak lagi memiliki semangat.
Namun, ada pula orang-orang yang setelah diterpa berbagai persoalan;
tetap tangguh dan tegar. Apa yang membedakannya? Mereka yang tegar itu
memiliki penyerap guncangan bagi jiwanya. Mereka memasang jenis penyerap
guncangan yang paling bisa diandalkan. Tahukah Anda apakah gerangan
itu? Brand terbaik untuk bumper depan adalah ‘sabar’. Sedangkan bumper
belakang yang paling handal adalah ‘tawakal’. Hanya dengan dua jenis
‘shock absorber itulah kita bisa menjaga agar jiwa kita tetap terlindung
dari pengaruh buruk yang menyesakkan.
5. Kita dilindungi oleh bumper yang tangguh dan tidak pernah lengah.
Fungsi utama sebuah bumper adalah untuk melindungi mobil dari kerusakan
dan resiko yang membahayakan. Maka sebuah bumper harus sanggup
melindunginya sepanjang waktu tanpa sedetikpun lengah. Sayangnya, bumper
mobil itu memiliki kelemahan, yaitu; kekuatannya yang terbatas. Selain
dia sendiri bisa hancur, mungkin ada bagian body mobil lainnya yang
tidak terlindung. Kita semua sungguh sangat beruntung karena memiliki
pelindung yang selain sangat kuat, juga tidak pernah sedetikpun berhenti
menjaga kita. Masih ingatkah Anda siapa pelindung kita itu? Dia adalah
Dzat yang tidak pernah tidur. Dia adalah sang pemilik segala kekuatan.
Dan Dia, adalah sang pemilik hidup dan mati setiap mahluk. Mobil
kesayangan Anda, mungkin menggunakan bumper tambahan yang selain
berfungsi sebagai penguat, juga menjadi asesoris penghias yang indah.
Kepada diri sendiri, bersediakah kita untuk menjadikan Dia yang maha
pelindung sebagai penjaga dan penghias hidup kita?
Setiap detik dalam hidup kita adalah kombinasi agung dari resiko dan
kesempatan. Setiap detik dalam hidup kita adalah kesempatan untuk
mendapatkan kebahagiaan. Tetapi, pada detik yang sama juga tersimpan
kemungkinan kesedihan, bahkan kematian. Bisakah kita memohon keselamatan
dan kebahagiaan selain kepada Tuhan? Dengan kata lain; Adakah pelindung
yang lebih baik selain Allah? Tidak. Dialah Tuhan yang hanya satu. Dan
satu-satunya yang bisa menjawab doa-doa kita. Dan Dialah satu-satunya
yang layak kita sembah. Dialah sebaik-baiknya pelindung; dalam setiap
detak detik-detik, yang kita lalui. Yuk, kita berserah diri hanya
kepadaNya saja…..
Source :
Clip movie tentang Ikhlas :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar