Aturan
tak tertulis yang berbunyi bekerja sebaik-baiknya, tidak usah banyak
omong, pasti boss tahu kerja keras kita dan penghargaan setimpal akan
didapat, tampaknya sudah nyaris usang. Sekarang ini justru fenomena
yang tampak adalah bahwa mereka yang pandai berkomunikasi, banyak kontak
ke segala penjuru di organisasi, serta pandai memikat hati banyak pihak
bisa lebih cepat melejit dibandingkan mereka yang tipe kutu buku namun
cenderung kuper. Walau contoh yang terakhir belum cukup komplit tanpa
ketrampilan teknis yang memang bisa diandalkan, namun mereka yang diam
seribu bahasa sudah pasti tenggelam dalam persaingan karir. Sebetulnya
bagaimana sih seluk-beluknya memasarkan diri di tempat kerja ?
Memasarkan
diri di tempat kerja merupakan cara bertahan serta mencapai peningkatan
dalam karir kita. Masalahnya sering kita berpikir bahwa menyebarluaskan
reputasi kita adalah tugas rekan kerja dan atasan. Maksudnya, dengan
mereka menyimak kinerja kita yang baik otomatis nama baik kita akan
tersiar ke pihak-pihak lain. Beberapa hal dapat diidentifikasi sebagai
penyebab mengapa kita sungkan memasarkan diri. Yang pertama adalah tidak terlatihnya kita melakukan ini, walau kita bekerja di bidang product/ brand management sekalipun,
misalnya. Dengan sedikit kreativitas, konsep-konsep yang kita pakai
dalam bidang kerja kita tentunya bisa pula kita terapkan dalam hal
memasarkan diri kita.
Penyebab lain bisa dari contoh di lingkungan kerja kita sendiri. Tidak dipungkiri banyak juga orang yang ahli memasarkan diri namun sesungguhnya kurang memiliki kompetensi yang memadai, atau istilah umumnya omdo (=omong doang). Dengan sendirinya kita bereaksi negatif dengan bertekad tidak akan tampil banyak bicara seperti rekan tersebut. Perlu diingat disini, memasarkan diri tidak sama dengan omdo, justru dengan adanya contoh-contoh negatif tersebut seharusnya kita lebih giat mencari cara-cara terpuji dalam memasarkan diri. Dan yang terpenting, usaha-usaha tersebut harus dilakukan secara konsisten dan sampai menjadi kebiasaan.
Penyebab lain bisa dari contoh di lingkungan kerja kita sendiri. Tidak dipungkiri banyak juga orang yang ahli memasarkan diri namun sesungguhnya kurang memiliki kompetensi yang memadai, atau istilah umumnya omdo (=omong doang). Dengan sendirinya kita bereaksi negatif dengan bertekad tidak akan tampil banyak bicara seperti rekan tersebut. Perlu diingat disini, memasarkan diri tidak sama dengan omdo, justru dengan adanya contoh-contoh negatif tersebut seharusnya kita lebih giat mencari cara-cara terpuji dalam memasarkan diri. Dan yang terpenting, usaha-usaha tersebut harus dilakukan secara konsisten dan sampai menjadi kebiasaan.
Langkah
dasar memasarkan diri adalah mengenali kekuatan-kekuatan yang kita
miliki, sebagaimana pihak produsen mengenali keunggulan produknya yang
hendak dilaunch. Menyediakan waktu untuk berrefleksi memikirkan
kemajuan pekerjaan kita dari waktu ke waktu merupakan kebiasaan positif.
Sesekali minta tanggapan dari rekan kerja yang kita nilai obyektif juga
menjadi tambahan sumber informasi yang berguna, baik untuk hasil karya
kita pribadi ataupun setelah kita selesai mengerjakan proyek/ penugasan
bersama.
Mengingat
setiap individu memiliki aspek keunggulan ataupun kelemahan terkait
dengan penguasaan bidang kerjanya, usaha konkrit dan terarah untuk
meningkatkan kompetensi tertentu yang masih lemah juga harus dilakukan.
Betapa seringnya kita menjumpai teman yang mengeluh kemampuan berbahasa
Inggrisnya masih jauh dari sempurna untuk melakukan presentasi yang
representatif, namun tidak ada usaha nyata yang dilakukannya untuk
mengatasi kelemahan tersebut. Terkadang sumber peningkatan ketrampilan
juga sudah disediakan oleh perusahaan (literatur yang lengkap, program
training tahunan yang kaya), masalahnya hanya terletak pada rasa malas
karyawan. Pastikan peningkatan yang kita kejar terlebih dulu adalah
untuk kompetensi yang memang mutlak dibutuhkan untuk pekerjaan kita saat
ini, sebelum melangkah ke kompetensi di bidang kerja lain atau jenjang
lebih tinggi yang kita incar.
Untuk
setiap proyek yang telah kita tangani, keikutsertaan dalam program
pengembangan tertentu, atau tanda kelulusan ujian profesi tertentu,
segera catatkan datanya di riwayat hidup kita. Beberapa perusahaan yang
telah maju system databasenya biasanya mengupdate data-data
karyawan untuk hal-hal tersebut, namun bila perusahaan kita belum
menerapkannya, tidak ada salahnya membuat catatan rapor pribadi yang dimantain
secara teratur. Penyimpanan bukti dan dokumen pendukung secara
sistematis juga memudahkan kita mencari keterangan detil yang mungkin
diperlukan di kemudian hari.
Setelah
langkah-langkah diatas dijalankan, langkah penting selanjutnya adalah
mengidentifikasi siapa pihak-pihak penting yang seharusnya mengetahui
reputasi kita. Ini gunanya untuk efisiensi langkah-langkah promosi diri
kita, agar kita semakin serius memikirkan kesempatan dan peluang menyiarkan reputasi kita kepada pihak tersebut. Pihak penting ini
tidak selalu atasan langsung kita. Contohnya saja bila kita terpikir
untuk beralih ke divisi lain dalam satu perusahaan (promosi lateral),
membina hubungan baik dengan tokoh kunci di divisi tersebut merupakan
persiapan yang harus diperhitungkan. Untuk itu kebiasaan memperluas dan
menguatkan network internal di dalam perusahaan harus mulai
dibiasakan.
Percayalah, dari aktivitas tim lain yang berbeda dengan yang selama ini kita jalani, selalu ada hal-hal baru yang bisa dipelajari dan menambah wawasan kita. Jangan batasi pergaulan dengan rekan-rekan satu divisi saja, tetapkan target hal-hal tertentu yang juga harus kita ketahui dari divisi lain, untuk memantau apakah kita sudah menjadi manusia lintasfungsi yang cukup berhasil dan bisa diterima disegala kalangan.
Percayalah, dari aktivitas tim lain yang berbeda dengan yang selama ini kita jalani, selalu ada hal-hal baru yang bisa dipelajari dan menambah wawasan kita. Jangan batasi pergaulan dengan rekan-rekan satu divisi saja, tetapkan target hal-hal tertentu yang juga harus kita ketahui dari divisi lain, untuk memantau apakah kita sudah menjadi manusia lintasfungsi yang cukup berhasil dan bisa diterima disegala kalangan.
Dalam
konteks hubungan kita dengan atasan, tunjukkan semangat belajar dan
mengembangkan diri yang dikemas dalam sikap positif. Jangan ragu minta
kesempatan dilibatkan dalam tugas baru, sepanjang kita cukup mengenali
tuntutan tugas tersebut dan yakin akan sumber-sumber informasi yang bisa
dimanfaatkan (itulah gunanya selalu membuka mata akan pekerjaan orang
lain di sekeliling dan bukannya terpaku pada tugas-tugas pribadi kita
saja).
Senantiasa meminta umpan balik spesifik atas penugasan yang sudah diberikan, dan bisa berargumen secara sehat dengannya akan menambah nilai plus kita dimata atasan. Apalagi bila kita mengembangkan sikap kritis mengenali hal-hal yang perlu disempurnakan dari sistem, prosedur ataupun cara kerja kita. Hal ini tidak hanya bisa dijalankan oleh mereka yang memiliki pola pikir konseptual yang kuat, namun kekayaan informasi hasil pergaulan kita dengan kenalan-kenalan lain diluar organisasi pasti bisa membantu. Jangan lupa mengapresiasi bantuan serta bimbingan yang sudah kita terima, karena bukan hanya bawahan yang butuh pengakuan dan pujian dari atasan, seorang atasan pun butuh pujian dari bawahan!
Senantiasa meminta umpan balik spesifik atas penugasan yang sudah diberikan, dan bisa berargumen secara sehat dengannya akan menambah nilai plus kita dimata atasan. Apalagi bila kita mengembangkan sikap kritis mengenali hal-hal yang perlu disempurnakan dari sistem, prosedur ataupun cara kerja kita. Hal ini tidak hanya bisa dijalankan oleh mereka yang memiliki pola pikir konseptual yang kuat, namun kekayaan informasi hasil pergaulan kita dengan kenalan-kenalan lain diluar organisasi pasti bisa membantu. Jangan lupa mengapresiasi bantuan serta bimbingan yang sudah kita terima, karena bukan hanya bawahan yang butuh pengakuan dan pujian dari atasan, seorang atasan pun butuh pujian dari bawahan!
Terkadang
setelah membekali diri dengan sejumlah prestasi dan ketrampilan, banyak
dari kita berasumsi bahwa atasan bisa membaca pikiran kita, bahwa kita
sudah siap untuk jabatan dan tanggungjawab yang baru. Kuncinya adalah
segera mengkomunikasikan kepada orang lain bahwa kita sungguh-sungguh
sudah siap. Oleh karena itu merancang pembicaraan rutin dengan atasan
mengenai karir kita sah-sah saja dilakukan, misalnya saja dua kali dalam
setahun. Jangan lupa persiapkan mental kita mengenai berbagai reaksi
yang bisa muncul dari atasan, yang akan lebih prima bila sebelumnya kita
memiliki harapan yang realistis atas bantuan yang bisa diberikan atasan
terhadap karir kita. Wawasan dan hasil informasi yang kita kumpulkan
bisa lebih menggugah atasan untuk membantu kita, termasuk didalamnya
umpan balik yang kita kumpulkan dari pihak-pihak lain. Akhir kata, selamat menyusun langkah-langkah memasarkan diri !
Secara singkat dapat digaris bawahi bahwa senjata dalam memasarkan diri adalah:
- Senantiasa buat catatan prestasi, khususnya pencapaian dalam tugas-tugas yang sifatnya baru
- Pastikan kita memiliki sumber referensi di dalam organisasi yang dapat memberikan keterangan memadai tentang unjuk kerja kita
- Memperluas network dan menjaga hubungan baik dengan segala pihak
- Tunjukkan usaha-usaha nyata memperbaiki kelemahan diri
- Aktif meminta umpan balik atasan atas unjuk kerja kita
- Melibatkan atasan dalam rencana karir kita
- Melengkapi berkas / dokumen pendukung
Dan untuk melengkapi uraian di atas, mari Kita simakclip berikut:
Source:
First Impression
Source:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar