by Dr Tony Setiobudi BMedSci, MBBS, MRCS, MMed (Ortho), FRCS (Ortho)
Kedokteran muncul dari simpati primal manusia dengan manusia; dari keinginan untuk membantu mereka berkesedihan, berkebutuhan dan berpenyakit.
Banyak dokter memiliki hati yang baik. Ini tidak berarti bahwa semua dokter berhati baik. Beberapa dokter sudah tidak baik sejak awal. Beberapa dokter mulai dengan hati yang baik, tetapi berubah menjadi lebih buruk di perjalanan. Seperti di semua bidang, ada beberapa apel busuk (bad apples) di kedokteran juga. Ada yang tamak. Ada yang hatinya beku dan kehilangan sentuhan kemanusiaan.
William Osler, bapak kedokteran modern mengatakan dengan indah “Kedokteran muncul dari simpati primal manusia dengan manusia; dari keinginan untuk membantu mereka berkesedihan, berkebutuhan dan berpenyakit.”
Ketika kita melihat orang sakit dan menderitaan, adalah naluri manusia untuk menolong mereka. Jika kita melihat seorang anak jatuh di depan kita, kita akan dengan spontan ingin membantu dan menghibur anak itu. Kita tidak mengirim tagihan ke si orang tua untuk membayar layanan kita. Bahkan, jika si orang tua menawarkan bayaran, kita akan menolak. Beberapa dari kita malah tersinggung karena cinta-kasih kita tidak dapat diukur dengan uang.
Menolong orang yang menderita adalah naluri manusia.
Setiap hari dokter mengobati pasien yang sakit dan menderitaan seperti si anak yang jatuh. Dokter membantu mereka supaya cepat sembuh. Pasien membayar untuk layanan profesional dokter. Si dokter menerima uang itu karena ini adalah mata pencaharian mereka. Hubungan seperti ini fair seperti di pekerjaan lain.
Kedokteran telah menjadi industri bidang penyakit dan penderitaan pasien.
Namun, nilai dalam kedokteran telah terkikis sejalan waktu. Kedokteran telah menjadi “Industri bidang penyakit dan penderitaan pasien”. Pasien membutuhkan bantuan untuk sembuh. Ketika kebaikan dihargai dengan uang, hati dan moral manusia yang tak terjaga akan rusak. Profit menjadi nomor 1. Pasien tidak lagi nomor 1 bagi banyak dokter. Perubahan ini dipengaruhi oleh bisnis rumah sakit, perusahaan asuransi, perusahaan obat-obatan dan implan, dan pemerintah. Prakter seperti ini menjadi hal yang umum. Dokter tidak lagi merasa bersalah jika mengambil keuntungan secara tidak adil dari penyakit dan penderitaan pasien. Saya juga mengakui bahwa sebagai dokter, saya tidak kebal terhadap dosa ini juga.
Ketika kebaikan dihargai dengan uang, hati dan moral manusia yang tak terjaga akan rusak.
Untungnya, ada dokter yang menjunjung tinggi prinsip mereka. Mereka menempatkan pasien di tempat utama sebelum profit dan mereka sendiri di tempat terakhir. Mereka jujur. Mereka tidak dipengaruhi oleh insentif manis dari perusahaan obat-obatan dan implan atau rumah sakit. Mereka selalu melakukan lebih dari yang diharapkan untuk pasien. Hubungan pasien dengan dokter yang seperti inilah yang menyembuhkan.
Singkatnya, saya tetap menganggap kedokteran adalah profesi yang mulia. Hubungan yang agung antara dokter dan pasien akan tetap bertahan meskipun krisis baru sedang terjadi. Beberapa apel busuk tidak membuat semua apel busuk. Kedokteran masih menjadi profesi yang menyentuh kemanusiaan yang dalam, menyembuhkan mereka yang sakit dan menderita dan memulihkan kehidupan.
Source:
Note:
Dr Tony Setiobudi adalah spesialis bedah tulang dan sub-spesialis bedah tulang belakang di Alexandra Hospital, Singapura. Selain aktif mengajar sebagai dosen di Fakultas Kedokteran di National University of Singapore, beliau juga aktif melakukan riset tulang belakang dengan sejumlah publikasi di jurnal medis internasional.
Dr Tony Setiobudi menyelesaikan pendidikan kedokteran di Flinders University, Adelaide, Australia. Pendidikan spesialis bedah tulang dijalani di Singapura. Beliau dianugerahi sebagai Orthopaedic Fellow dari Royal College of Surgeons (Edinburgh) tahun 2011. Dr Tony mendapatkan beasiswa dari Kementerian Kesehatan, Singapura untuk memperdalam bedah tulang belakang di Brisbane, Australia tahun 2011-2012. Beliau menjalani training operasi skoliosis di bawah bimbingan Prof Robert Labrom. Semasa di Brisbane, beliau aktif sebagai staf pengajar di Fakultas Kedokteran di University of Queensland. Tahun 2013, Dr Tony Setiobudi memperdalam teknik operasi tumor tulang belakang di bawah bimbingan Prof Murakami, Jepang dan teknik operasi penengakkan postur bungkuk (kyphosis) di bawah bimbingan Prof Ki-Tack Kim, Korea.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar