Every human being needs a best friend. Menurut pendapat Anda, apakah
itu betul? Saya kira iya. Kita semua mendambakan untuk memiliki sahabat
dalam hidup kita. Sekarang cobalah ingat-ingat kembali tentang
sahabat-sahabat yang pernah Anda miliki. Lalu pilihlah siapakah diantara
mereka yang layak mendapatkan gelar sebagai sahabat terbaik bagi Anda.
Jika Anda sudah memilihnya, lalu tanyakan kembali; mengapa dia bisa
disebut sebagai sahabat terbaik bagi Anda?
Saya lahir dan dibesarkan di daerah pertanian yang masih dilingkupi
suasana alam bebas. Ayah saya memiliki berbagai hewan ternak yang harus
dijaga siang dan malam. Oleh sebab itu, kami memelihara beberapa ekor
anjing. Kami sepenuhnya sadar jika banyak orang yang menilai buruk
kepada anjing. Namun diantara sejumlah sisi buruk itu, kami menemukan
banyak sisi baik yang mengagumkan. Bahkan, anjing memperlihatkan banyak
kualitas positif yang diabaikan oleh manusia. Padahal, mestinya sih
manusia yang memiliki semua kebaikan itu. Bagi Anda yang tertarik
menemani saya belajar tentang kebaikan dari perilaku anjing; saya ajak
untuk memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence
berikut ini:
1. Tutur kata yang baik selalu mendapat tempat yang baik.
Kualitas seekor anjing dinilai dari gonggongannya. Bahkan sekalipun
Anda tidak memiliki anjing, Anda bisa membedakan gonggongan bernada
mengancam dengan gonggongan yang hangat bersahabat. Manusia juga sama.
Kita menilai seseorang dari apa yang diucapkan oleh lidahnya. Kita
cenderung menyukai orang-orang yang memiliki tutur kata santun dan
sopan. Sebaliknya, kita tidak terlalu nyaman berkomunikasi dengan mereka
yang kasar dan arogan. Maka pantaslah jika orang tua kita menasihatkan
untuk senantiasa menjaga lisan. Karena lisan sering ‘menentukan nasib’
seseorang. Meski para pemilik anjing cenderung menyukai gonggongan
anjing mereka sendiri, namun mereka pun mengakui jika anjing orang lain
mempunyai gonggongan yang lebih baik dari anjing miliknya. Meskipun
manusia memiliki banyak perbedaan dan cenderung menyukai pendapat
kelompok masing-masing, namun setiap orang memahami ‘bahasa universal’
yang berisi pesan-pesan tentang kebaikan. Makanya, ketika Anda
menyuarakan pesan kebaikan, pasti kebanyakan orang menyukainya. Mereka
tidak mempertanyakan agama Anda apa, atau jumlah uang Anda berapa.
Karena setiap tutur kata yang baik, selalu mendapat tempat yang baik,
dihati orang-orang baik.
2. Perilaku yang baik menghasilkan reputasi yang baik.
Kualitas seekor anjing juga dinilai dari perilakunya. Di kampung saya,
dulu ada anjing yang sangat galak milik seorang saudagar. Dia sering
menyerang orang yang lewat, bahkan sampai menggigitnya. Orang sekampung
mengetahui reputasi buruk itu. Setiap kali anjing itu berkeliaran, orang
melemparinya dengan batu. Ada juga anjing yang bersahabat, sehingga
orang dikampung kami tahu tentang kebaikan anjing itu. Kepadanya, tak
seorang pun berani mengganggu. Bukan hanya anjing yang reputasinya
dibangun oleh perilakunya. Manusia lebih dari itu. Kita menilai
seseorang bukan sekedar dari kata-katanya, melainkan lebih kepada
perilakunya. Bagi manusia, perilaku bisa menjadi satu-satunya faktor
penentu reputasinya. Bayangkan jika Anda sering membaca artikel saya,
lalu Anda mendapati perilaku saya bertolak belakang dengan apa yang saya
tulis dalam artikel-artikel itu. Bayangkan Anda mendengarkan seseorang
berceramah, tetapi perilakunya berbeda 180 derajat dengan kata-katanya.
Tidak mungkin seseorang mempunyai reputasi yang baik dengan perilaku
yang buruk. Karena hanya perilaku yang baik saja yang bisa menghasilkan
reputasi yang baik.
3. Membuang kecederungan untuk kurang ajar.
Program
Dog whisperer di National Geographic berkisah tentang anjing-anjing yang
mengambil alih kekuasaan dari tuannya. Kita mengira bahwa anjing itu
adalah mahluk penurut. Ternyata tidak. Justru anjing bisa menjadi mahluk
yang penuntut dan ingin berkuasa. Cesar Millan the dog whisperer
menjelaskan bahwa ‘kekurang-ajaran’ anjing terjadi karena tuannya keliru
mencurahkan kasih sayangnya. Jika tuannya selalu memberikan apa yang
diinginkan sang anjing misalnya, maka ‘ekspektasinya’ akan meningkat
terus sehingga dia akan marah jika suatu saat keinginannya tidak
terpenuhi. Lho, kok persis seperti sifat manusia ya? Jika ‘apapun’
keinginan kita dengan mudah dipenuhi, maka kita sering terjerumus
kedalam keserakahan. Jika suatu ketika keinginan itu tidak dipenuhi,
maka kita marah. Kita marah kepada orang tua, atasan, bawahan, atau
pemimpin. Bahkan kita marah kepada Tuhan yang ‘tak mengabulkan doa-doa
kita’. Dog whisperer menunjukkan bahwa justru rasa sayang kita harus
disalurkan dengan cara yang mendidik. Antara lain dengan ‘tidak mudah
memberikan’ apa yang diinginkan oleh anjing kita. Anjing harus tahu
bahwa tidak ada hasil tanpa usaha. Bahkan dia harus tahu jika ada
keinginan yang tidak boleh dipenuhi. Dengan begitu, dia akan tumbuh
menjadi anjing yang berperilaku bagus. Barangkali, kita juga mesti sadar
bahwa ketika tidak semua doa kita terkabulkan, boleh jadi Tuhan sedang
mendidik kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
4. Memiliki kesetiaan dan kepatuhan yang tinggi.
Sudah sejak lama anjing disebut sebagai hewan yang setia. Namun, ketika
kesetiaan sudah menjadi sifat umum maka itu tidak lagi menjadi faktor
penentu keunggulan anjing atas anjing lainnya. Sekarang, kualitas seekor
anjing juga diukur dari kepatuhannya kepada perintah tuannya. Banyak
lomba yang diselenggarakan untuk mempertandingkan aspek keunggulan itu.
Jika tuannya bilang “Duduk!” , anjing yang patuh akan duduk.
“Berbaring!”. “Melompat!”. “Kejar!”. “Ambil!” dan berbagai macam
perintah lainnya. Anjing yang paling patuhlah yang dinilai paling baik.
Manusia sering mengakui bahwa kita ini menghamba kepada Tuhan. “Hamba,”
begitulah kita memberi label kepada diri kita sendiri. Kita berikrar
untuk menempatkan Tuhan sebagai tuan bagi kita. Maka kesetiaan manusia
juga diukur dari kepatuhannya kepada perintah Tuhannya. “Sami’na.
Wa-atho’na. Kami mendengar dan kami mematuhinya.” Apapun titah perintah
Tuhan, kita bersedia mengikutinya. Tuhan bilang;”jaga akhlakmu,” maka
kita menjaganya. Tuhan perintahkah;”jauhi harta yang bukan hakmu,” kita
menjauhinya. Tuhan katakan;”tundukkan hawa nafsumu,” maka kita pun
menundukkannya. Kesetiaan kita ditentukan oleh kepatuhan kita kepada
perintahNya. Minimal, kita bisa menunaikan perintah-perintah Tuhan yang
hukumnya wajib. Lebih baik lagi jika kita bisa melengkapinya dengan yang
hukumnya sunnah.
5. Bersahabat dengan the real human best friend.
Baru-baru ini ada artikel yang merilis hasil penelitian yang menyatakan
bahwa anjing sudah bukan lagi human best friend. Posisinya sudah
digantikan oleh komputer. Ya, setidaknya itulah yang terjadi pada saya.
Sudah tidak mungkin lagi untuk memelihara anjing di lingkungan tempat
tinggal saya saat ini. Tetapi, apakah fakta ini benar-benar telah
menggeser gelar anjing sebagai human best friend? Siapakah human best
friend sesungguhnya? Anjing atau Komputer? Mungkin kita bisa menjawabnya
dengan terlebih dahulu menentukan kriteria best friend. Apakah “Selalu
Ada Didekat Kita,” bisa mewakili kebutuhan Anda terhadap sang best
friend? Ya. Sahabat terbaik adalah dia yang selalu ada kapan saja dan
dimana saja kita membutuhkan kehadirannya. Apakah anjing, atau komputer
yang bisa memenuhi kriteria itu? Anjing saya tidak boleh ikut ke
sekolah. Komputer saya sering kehabisan baterai. Jika demikian, tidak
dua-duanya. Lalu adakah yang bisa memenuhi kriteria berat itu? Guru
kehidupan saya menceritakan firman Tuhan;”Jika mereka bertanya kepadamu
tentangKu, maka katakanlah bahwa Aku ini dekat.” Beliau menambahkan,
“Bahkan lebih dekat dari urat lehermu sendiri.” Bukankah Dia yang selalu
menjaga jantung kita tetap berdegup? Indeed, we have the real human
best friend.
Kita sering menilai anjing sebagai binatang yang kotor dan najis.
Mungkin itu benar. Tetapi anjing memiliki sifat-sifat mulia yang patut
kita tiru. Meniru anjing? Tentu janggal jika yang kita tiru adalah sifat
hewaninya. Tetapi, bukankah Tuhan tidak menciptakan apapun untuk sebuah
kesia-siaan? Boleh jadi, Tuhan menciptakan anjing agar kita bisa lebih
sadar bahwa kita ini mahluk dengan derajat yang lebih tinggi. Maka jika
kita masih meniru perilaku buruk anjing, kita perlu malu lalu berhenti
berperilaku seperti itu. Tidak patut kita memelihara perilaku buruk itu.
Dan jika kita melihat ada sisi positif pada anjing, maka sudah
sepantasnya jika kita belajar untuk memiliki kualitas yang lebih baik
dari itu. Dengan begitu, kita bisa menempatkan diri pada posisi yang
seharusnya. Posisi yang Tuhan anugerahkan, yaitu; menjadi mahluk yang
lebih mulia dari mahluk lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar