Saya langsung menulis namanya di ponsel jadul yang
saya miliki agar tidak lupa. Bai Fang Li, seuntai nama, saya mengenal sosok
renta ini ketika melihat kisahnya di on the spot (Trans7) belum lama ini.
Penasaran, saya lalu menggali beritanya di google. Hmm..., ternyata saya telat.
Kisah Bai Fang Li telah lama
diperbincangkan.
Selintas, saya coba membandingkan dengan para
dermawan abad ini semisal Oprah Winfrie atau Bill Gates (seturut beberapa
tulisan yang saya jumpai), namun saya keliru. Sangat tak fair membandingkan
kisah mereka, dia Bai Fang Li sosok yang berbeda, kisahnya terlampau unik....
Hidupnya habis di atas sadel becak. Ia mengayuh dan
terus mengayuh, membawa pelanggan kemana saja mereka mau, meski ia hanya
dibayar sekedar. Tubuhnya kecil, sangat kecil untuk ukuran becaknya atau
pelanggan yang memakai jasanya, namun semangatnya sungguh gagah perkasa.
Sejak jam 6 pagi, ia mulai melanglang di jalanan
dan berakhir setelah jam 8 malam. Pribadinya ramah dengan senyum tak pernah
lekang dari wajah keriputnya. Menurut orang-orang yang mengenalnya, ia tak
pernah mematok harga, berapapun yang dibayar ikhlas ia terima. Tak mengherankan
jika banyak pelanggan yang membayar lebih, mungkin karena tak tega, melihat
tubuh ringkih bersama nafasnya yang ngos-ngosan terus mengayuh becak tua,
mengalahkan terik siang dan jalanan mendaki.