Halaman Muka

Minggu, 21 Juli 2013

Kerinduan Seorang Ibu


Sebagai seorang yang bekerja di dunia marketing ethical farmasi (medical representative), kebiasaan makan malam setelah melakukan aktifitas kunjungan di malam hari adalah suatu hal yang biasa. Bahkan dapat dikatakan sebagai ritual “resmi” seorang medical representative. Seorang rekan sempat berkata : “... makan malam terasa nikmat bila dilakukan setelah pekerjaan telah selesai semua..”. Makan malam tidak hanya sebagai ritual untuk memenuhi kebutuhan tubuh, namun juga sebagai ajang sosialisasi bersama rekan-rekan seprofesi.

Kisah ini terjadi empat tahun yang lalu, beberapa hari menjelang Hari Raya Idul Fitri 1429 H. Salah satu langganan penulis selama bulan Ramadhan adalah sebuah warung nasi yang berada di jalan Kapten Sudibyo kota Tegal, Jawa Tengah. Warung nasi Ibu Fitriyah namanya. Usianya telah melewati separuh abad. Pilihan atas warung nasi tersebut dikarenakan sajian dan pilihan makanan yang cukup beragam serta masih fresh pada malam hari. Ya... masih fresh, karena beliau menyiapkannya sebagai stock makanan bagi yang hendak sahur. Harga yang cukup ekonomis bagi para pekerja dan lokasi yang strategis, membuat warung nasi ini cukup ramai di malam hari.

Malam itu penulis mendatangi warung nasi Ibu Fitriyah untuk membeli nasi bungkus sebagai bekal sahur. Keadaan warung itu agak sepi karena malam telah larut dan beranjak pagi dini hari. Ketika penulis memasuki warung, terlihat Ibu Fitriyah sedang merenung dan terdengar sayup-sayup isak tangis yang tertahan. Saya sempat beberapa kali memanggilnya karena khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan yang menimpanya.

Ibu Fitriyah
Setelah mengusap kedua matanya, Ibu Fitriyah menghampiri penulis dan berupaya tersenyum sambil berkata : “.... Biasa Dhe.. dibungkus...?” Penulis pun mengiyakan sambil menanyakan apa yang terjadi. Agak lama Ibu Fitriyah menjawabnya.... Sambil menyiapkan nasi pada selembar kertas saji, Ibu Fitriyah menjawab : “... Ndak apa-apa Dhe.. Cuma sedih karena anak perempuanku yang bekerja di Batam tidak dapat pulang Lebaran ini. Dia tidak pulang karena THR yang akan didapat dikumpulkan dan akan dikirim untuk menambah modal warung ini...”. Penulis sempat terhenyak dan terharu mendengar jawaban Sang Ibu.

Dari kilasan lembaran kisah hidup di atas, ada dua hikmah yang penulis dapatkan. Pertama, cinta dan bakti seorang anak untuk membahagiakan orang tua serta turut serta dalam menjalankan putaran ekonomi keluarga. Kedua, cinta dan kerinduan seorang Ibu terhadap anaknya. Sang Bunda bersedih karena Sang Anak tidak dapat berkumpul di hari yang dinantikan semua orang yaitu berkumpul bersama berbagi kasih dengan orang-orang yang dicintainya.

Kerinduan orang tua untuk bertemu dengan anaknya, melebihi batas kasih dan cinta sepasang anak manusia. Harga yang tak ternilai dan kebahagiaan yang tiada taranya bila dapat bertemu dan berkumpul dengan buah hatinya. Mungkin inilah yang menyebabkan pulang kampung / mudik di hari raya menjadi sebuah “ritual resmi” di Indonesia. Penulis pada saat menempuh pendidikan di sebuah kota di Jawa Timur, pernah mencoba untuk tidak mudik di hari raya Lebaran. Namun gagal dilakukan, semakin mendekati Lebaran terasa semakin kuat kerinduan untuk “pulang ke rumah”. Terasa sepi, sunyi dalam kesendirian tanpa makna tanpa arti rasanya bila di hari raya Lebaran tidak bertemu orang tua dan sanak saudara.

Kehadiran hati dan kehadiran raga seorang anak dihadapan orang tua kiranya sangat tidak ternilai oleh apapun. Ada kebahagian tersendiri pada orang tua atas kedatangan anak cucunya. Sesuatu yang indah, berarti dan bermakna bagi mereka. Bahagiakan orang tua Kita selama mereka masih hidup dengan kehadiran hati dan raga Kita dihadapan mereka. Dan itu sangat berarti dan bermakna ketika mereka hidup daripada setelah mereka dipanggil olehNya. Selamat Idul Fitri 1434 H bagi yang merayakannya dan dari lubuk hati terdalam Ananda memohonkan maaf lahir dan batin atas segala kesalahan ....

Note :
Dalam percakapan penulis dengan Ibu Fitriyah, diselingi beberapa ujaran bahasa Jawa khas Tegal. Penulis mencoba menterjemahkannya dengan bahasa Indonesia agar lebih familiar. 

Dan sebagai bahan perenungan untuk memperkaya jiwa, mari Kita simak beberapa clip berikut :

Surat Seorang Ibu


Burung Murai


Lebaran : Ulurkan Tangan Ketika 
Mereka Masih Mampu Menyambutnya

Sepucuk Surat
Artikel terkait :



Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...