Cara Kloning High
Performers
Written by Yodhia
Antariksa
Peran pengelolaan SDM di
banyak perusahaan tampaknya belum bisa dilakoni dengan penuh kecemerlangan.
Masih banyak peran pengelolaan SDM yang hanya tergelincir dalam setumpuk tugas
administratif, dan tak kunjung mampu memberikan value added siginifikan bagi
berkibarnya bendera kejayaan organisasi.
Kenyataan kelam semacam itu
mestinya harus segera disibak manakala kita percaya bahwa keunggulan SDM adalah
kata kunci menuju kemenangan sejati. Para pengelola SDM di perusahaan mestinya
bisa setapak maju menjadi strategic partner, dan kemudian meracik sejumlah
inisiatif strategis buat melentingkan kinerja bisnis menuju titik optimal.
Dalam konteks itulah,
terdapat satu inisiatif kunci yang barangkali bisa segera dirajut untuk
memekarkan keunggulan SDM dan kejayaan bisnis. Inisiatif ini adalah : bagaimana
cara mengkloning barisan pekerja unggul (high performers). Mari kita diskusikan
tema kunci ini secara ringkas disini.
Tindakan pertama yang harus
dilakukan dengan demikian adalah : menemukan dan mengindentifikasi pekerja
unggul di organisasi. Individu unggul ini mungkin salah seorang salesman star
di perusahaan, atau supervisor di bagian produksi, atau mungkin juga seorang
manajer di bagian customer service. Keunggulan disini tentu saja mencakup baik
aspek kompetensi ataupun hasil kinerja karyawan.
Tindakan diatas dengan mudah
bisa dilakukan jika suatu perusahaan memiliki tools atau mekanisme yang
obyektif untuk men-spot para pekerja unggul. Track record prestasi para pekerja
ditambah dengan proses asesmen yang komprehensif, merupakan dua alat yang bisa
digunakan untuk mengidentifikasi siapa para high performers di organisasi kita.
Tindakan kedua alalah melakukan kloning : yakni bagaimana
DNA para pekerja unggul itu bisa di-ekstrak, dan kemudian “di-injeksikan” dalam
tubuh para pekerja lainnya. Dalam ilmu perilaku, proses ini disebut sebagai
behavior modeling. Inti dari proses ini adalah : mengidentifikasi serangkaian perilaku
kritikal yang menyebabkan seseorang menjadi pribadi unggul, dan kemudian
mendokumentasikannya dalam sejumlah model perilaku yang dengan mudah bisa
dipelajari dan ditiru oleh orang lain.
Identifikasi critical succes
behavior ini tentu saja dihasilkan melalui serangkaian interview dan observasi
yang mendalam terhadap para pekerja unggul yang sudah kita spot dalam tahap
sebelumnya. Demikianlah, jika yang kita spot sebagai pekerja unggul adalah
seorang star salesmen, kita mau melihat perilaku kunci apa yang membuat dia
bisa menjadi seorang star sales person; kebiasaan-kebiasaan apa yang dia
lakukan sepanjang hari kerja; gaya komunikasi semacam apa yang dia aplikasikan
ketika bertemu dengan calon pelanggan; dan beragam “clue” lainnya yang membuat
dia menjadi pekerja unggul.
Tindakan ketiga adalah
mendokumentasikan serangkaian clues itu kedalam model perilaku yang bisa
dilihat, dipelajari dan ditiru pekerja lain secara sistematis. Dokumentasi ini
bisa berbentuk dalam serangkaian instruksi kerja, dalam bentuk modul
pembelajaran, ataupun juga dalam bentuk video yang secara nyata menggambarkan
perilaku kunci para high performers dalam keseharian kerja mereka.
Tindakan keempat tentu saja
adalah bagaimana “mencangkokkan” model perilaku itu kepada para pekerja lain
supaya juga bisa menjejak keunggulan. Ada sejumlah cara yang layak dilakukan.
Yang paling efektif adalah melalui proses coaching, dimana seorang coach yang
mumpuni melakukan serangkaian sesi pertemuan pendek dengan para karyawan
(sekitar 2 jam setiap minggu) namun dalam durasi yang relatif panjang (sekitar
3 – 6 bulan). Dalam sesi-sesi perrtemuan inilah, model perilaku yang sudah
di-ekstrak itu didiskusikan bersama, disimak, dan kemudian diterapkan secara
sistematis serta berkelanjutan.
Tentu saja proses melakukan
kloning para pekerja unggul ini membutuhkan sumber daya kompetensi yang
memadai, energi yang berlimpah serta guliran waktu yang panjang. Namun program
ini saya kira merupakan salah satu inisiatif kunci yang sangat layak dijalankan
oleh para pengelola SDM perusahaan di tanah air.
Sebab hanya dengan itulah,
para pengelola SDM ini kelak bisa meninggalkan jejak emas dalam sejarah panjang
pengembangan human capital. Dan bukan senantiasa dicatat dalam lembaran sejarah
yang buram nan kelam.
Source:
Admin Note:
Para pengelola SDM dalam uraian di atas tidaklah dalam
artian yang sempit yaitu hanya HRD department saja, namun mencakup semua PIC
(person in charge) yang bersentuhan secara langsung atau tidak dengan SDM yang
ada dalam sebuah institusi. Misalnya : supervisor, area manager, regional
manager dan lain sebagainya. In prinsip adalah setiap PIC yang berkepentingan
dalam kwalitas setiap SDM yang ada. Dan bagi setiap SDM
dapat melakukan upaya sendiri dalam mencapai individu SDM yang High Performers
yaitu dengan cara ATM (Amati, Tiru dan Modivikasi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar