By
Yodhia Antariksa
Dalam Law of Attaction (Hukum Tarik Menarik) kita mengetahui bahwa betapa sesungguhnya pola pikir dan
rajutan imajinasi kita memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
sejarah masa depan hidup kita.
Demikianlah, jika kita selalu mampu menganyam pola pikir yang guyub
dengan energi positif – dengan energi tentang keyakinan-diri, dengan
pancaran optimisme yang kokoh, dan dengan sikap hidup yang selalu penuh
rasa sukur – maka ada peluang besar bahwa hidup sejati kita akan
benar-benar dilimpahi oleh sederet narasi tentang keberhasilan.
Sebaliknya, jika bentangan hidup kita selalu diharu-biru oleh rajutan
pola pikir yang negatif – tentang bayangan kelam kegagalan, tentang
rasa tak percaya diri, tentang kegamangan, dan sikap hidup yang selalu
mengeluh serta menyalahkan pihak lain (tanpa mau jernih melakukan
introspeksi) – maka besar kemungkinan hidup nyata kita benar-benar akan
dipenuhi dengan elegi pilu kemalangan dan kenestapaan.
Itulah mengapa kaum bijak bestari memberi petuah agar kita bisa
selalu melentikkan api optimisme dalam diri kita dan juga mampu merawat
pola pikir positif. Positif melihat masa depan kita, positif melihat
segenap tantangan yang menghadang, dan positif dalam berpikir serta
berimajinasi.
Soalnya kemudian adalah : menginjeksikan daya positif ke dalam
sel-sel otak kita ternyata tak semudah membikin indomie rebus. Acap
ketika dihadapkan pada tantangan yang membuncah atau kerumitan masalah
yang menghadang, pikiran kita langsung goyah dan berpikir : ah, saya
memang tidak mampu melakukannya…..saya mungkin tidak bisa meraih impian
yang saya cita-citakan…..yah, memang ini suratan nasib saya…….(Duh!).
Jadi bagaimana duuoong? Apa yang mesti dilakoni agar mentalitas
positif dan spirit keyakinan itu tak langsung layu ketika badai
tantangan datang menghadang? Apa yang mesti diziarahi agar virus positiv
itu terus menancap dalam serat otak kita bahkan ketika lautan masalah
terus menggelora, menghantam biduk perjalanan kita?
Beruntung, para ahli saraf (neurolog) telah menemukan jawabannya. Dan
jawabannya terletak pada empat level gelombang otak kita. Melalui
serangkaian eksperimen dan alat ukur yang bernama EEG (Electro EncephaloGram), mereka menemukan ternyata terdapat empat level getaran dalam otak kita. Mari kita simak bersama empat gelombang kesadaran itu.
Beta (14 – 100 Hz). Dalam frekuensi ini kita tengah
berada pada kondisi aktif terjaga, sadar penuh dan didominasi oleh
logika. Inilah kondisi normal yang kita alami sehari-hari ketika sedang
terjaga (tidak tidur). Kita berada pada frekuensi ini ketika kita
bekerja, berkonsentrasi, berbicara, berpikir tentang masalah yang kita
hadapi, dll. Dalam frekuensi ini kerja otak cenderung memantik
munculnya rasa cemas, khawatir, stress, dan marah. Gambar gelombang otak
kita dalam kondisi beta adalah seperti dibawah ini.
Alpha (8 – 13.9 Hz). Ketika otak kita berada dalam
getaran frekuensi ini, kita akan berada pada posisi khusyu’, relaks,
meditatif, nyaman dan ikhlas. Dalam frekuensi ini kerja otak mampu
menyebabkan kita merasa nyaman, tenang, dan bahagia. Berikut gambar
gelombang alpha.
Theta (4 – 7.9 Hz). Dalam frekuensi yang rendah ini,
seseorang akan berada pada kondisi sangat khusyu’, keheningan yang
mendalam, deep-meditation, dan “mampu mendengar” nurani bawah sadar.
Inilah kondisi yang mungkin diraih oleh para ulama dan biksu ketika
mereka melantunkan doa ditengah keheningan malam pada Sang Ilahi.
Berikut gambar gelombang otak kita ketika berada dalam kondisi theta.
Delta (0,1 – 3,9 Hz). Frekuensi terendah ini
terdeteksi ketika orang tengah tertidur pulas tanpa mimpi. Dalam
frekuensi ini otak memproduksi human growth hormone yang baik bagi
kesehatan kita. Bila seseorang tidur dalam keadaan delta yang stabil,
kualitas tidurnya sangat tinggi. Meski tertidur hanya sebentar, ia akan
bangun dengan tubuh tetap merasa segar.
Nah, penyelidikan menunjukkan bahwa proses penumbuhan keyakinan
positif dalam pikiran kita akan berlangsung dengan optimal jika otak
kita tengah berada pada kondisi Alpha (atau juga kondisi Theta). Dalam
frekuensi inilah, kita bisa menginjeksikan energi positif dalam setiap
jejak sel saraf kita secara mulus. Apabila kita merajut keyakinan
positif dan visualisasi keberhasilan dalam kondisi alpha, maka rajutan
itu benar-benar akan menembus alam bawah sadar kita. Pada gilirannya,
hal ini akan memberikan pengaruh yang amat dahsyat pada pola perilaku
kita ketika berproses menuju puncak keberhasilan yang diimpikan.
Pertanyaannya sekarang adalah :
bagaimana caranya agar kita bisa berada kondisi alpha?
Bagi Anda yang muslim, ada satu langkah yang mujarab : sholat
tahajud di tengah keheningan malam (Jika Anda beragama Kristen, mungkin
medianya adalah dengan melakukan “retreat”).
Begitulah, para kaum bijak bestari berkisah, dalam momen-momen
kontemplatif ketika bersujud dihadapan Sang Ilahi, selalu ada perasaan
keheningan yang menggetarkan, perasaan khusyu’ yang sungguh
menghanyutkan. Saya berpikir perasaan ini muncul karena saat itu kondisi otak kita sedang berada pada gelombang alpha.
Dan percayalah, dalam momen itu, kita dengan mudah bisa memasukkan
energi positif dan spirit keyakinan dalam segenap pikiran kita. Dalam
momen inilah, dalam hamparan kepasrahan total pada Sang Pencipta dan
rasa syukur yang terus mengalir, kita bisa merajut butir-butir keyakinan
positif itu dalam segenap raga kita. Dalam segenap jiwa dan batin kita.
Maka mulai malam ini………………ditengah kesunyian malam, bentangkanlah sajadah disudut rumah kita, basuhkan air wudhu, dan tegakkan sholat tahajud dengan penuh keikhlasan.
Lalu, ditengah keheningan yang menentramkan, lantunkanlah harapan
positif dan doa-doa itu dengan penuh keyakinan……Mudah-mudahan kita semua
bisa melangkah menuju pintu keberhasilan dan kebahagiaan. Disini dan “Disana”.
Source :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar