Halaman Muka

Minggu, 17 Agustus 2014

Atasan Yang Selalu Diingat


by: Dadang Kadarusman


Gampang, kalau sekedar ingin menjadi atasan yang selalu diingat oleh anak buahnya. Secara naluriah, bawahan selalu ingat terhadap atasannya. Makanya, ada bawahan yang setiap pagi malas ngantor. Karena pagi itu dia teringat punya jadwal rapat dengan atasannya. Atau, karena dia harus mengirimkan laporan kepada atasannya. Atau, karena atasannya hari ini masuk kantor lagi setelah beberapa hari traveling. Ada juga anak buah yang selalu bersemangat, karena dia ingat jika atasannya akan selalu ada ketika dibutuhkan. Apa saja. Pokoknya, selalu ada alasan kenapa anak buah selalu ingat atasannya. Tantangannya adalah; bagaimana caranya membuat agar anah buah selalu mengingat hal-hal positif kita. Bukan yang sebaliknya.

Kemarin, saya rapat tentang teknis pelaksanaan training Leadership yang akan dilakukan untuk salah satu klien dalam beberapa hari mendatang. Biasalah disela-sela rapat kita kan suka ada selingan bicara tentang hal-hal yang ringan. Beliau menceritakan tentang ‘mantan’ atasannya yang katanya memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap karirnya, bahkan hidupnya. Begitu banyak pelajaran yang diperolehnya dari atasannya, sehingga sampai sekarang beliau masih menyimpan kenangan terbaik dengan mantan atasannya itu. Saya juga sama. Masih bisa mengingat kebaikan-kebaikan atasan saya yang sangat berjasa menempa dan mendidik saya. Tentu mereka memiliki kekurangan. Namun, jasa baik mereka melampaui hal remeh temeh kelemahan manusiawi yang dimiliki setiap insan. Saya, ingiiiin sekali bisa melakukan sesuatu yang berguna bagi anak buah saya. Sehingga kelak, ada kenangan positif yang tersisa dibenak mereka. Tidak mudah. Tapi saya yakin kita bisa belajar melakukannya dari sekarang. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar untuk menjadi atasan yang selalu diingat secara positif, saya ajak memulainya dengan memahami dan menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:

Memori lebih panjang dari masa kerja
Apakah Anda masih ingat tentang guru-guru taman kanak-kanak? SD, SMP, dan SMA Anda? Bagaimana dengan dosen Anda? Kebanyakan mungkin sudah dilupakan. Tapi ada beberapa guru yang masih kita ingat dengan sangat baik. Kita, selalu dapat mengingat hal-hal tertentu bersama orang-orang yang sangat berpengaruh dalam hidup kita dimasa lalu. Padahal, sangat mungkin yang bersangkutan sudah tidak ingat lagi. Memori Anda tentang guru yang masih bisa diingat itu; sesuatu yang positif, atau negatif? Di dunia kerja, orang yang paling diingat lama adalah para mantan atasan. Anda pun masih punya memori dengan atasan Anda dimasa lalu, bukan? Padahal Anda sudah tidak lagi bekerja dengan beliau. Pertanyaannya sekarang adalah; Apakah kita hendak meninggalkan memori baik ataukah buruk, dibenak anak buah kita kelak? Kita perlu mulai berhati-hati. Memori itu akan tetap mereka ingat meskipun sudah pensiun kelak. Karena memori, lebih panjang daripada masa kerja kita. Sedangkan kita, tentu ingin dikenang secara positif, bukan sebaliknya. Bagaimana pun juga, jauh lebih baik meninggalan memori postif daripada negatif, bukan?

Atasan populer sering bukan yang terbaik
Memori positif itu tidak berarti harus serba permisif. Gampang kalau hanya ingin menjadi atasan yang populer alias disukai anak buah. Tidak usah terlalu menuntut. Ikuti saja gaya dan kemauan bawahan. Mereka pasti senang. Tapi, apakah begitu cara memimpin yang baik? Tidak. Atasan yang baik itu justru berani ambil resiko disebelin anak buah. ASALKAN; apa yang kita lakukan demi kepentingan mereka. Contohnya, menegakkan kedisiplinan. Tidak banyak orang yang suka. Tapi jika mereka dibiarkan terbiasa tidak disiplin, maka mereka akan kalah bersaing. Contoh lainnya, memberikan penugasan yang lebih tinggi, lebih berat, dan lebih menantang kepada anak buah yang berpotensi. Banyak orang yang lengah dan lebih suka kerja nyantai. Padahal, itu merugikan diri mereka sendiri. Karena pertumbuhan karir yang bagus hanya menjadi milik mereka yang terus menempa diri. Maka demi kepentingan anak buah Anda, tempalah anak buah Anda, hingga punya daya saing yang tinggi. Meskipun menyebabkan Anda menjadi atasan yang tidak populer.

Positif atau negatif itu bisa relatif
Atasan yang menuntut kedisiplinan dan menempa anak buahnya dengan berat; sering tidak disukai. Kenapa? Karena kebanyakan orang inginnya kerja gampang, tugas ringan, tapi gaji besar. Padahal gaji besar hanya cocok bagi para kontributor di posisi tinggi. Untuk mendapat gaji besar, orang mesti sanggup berkontribusi lebih banyak dan meraih kedudukan yang lebih tinggi. Makanya, kedua hal itu tidak bisa dicapai oleh orang tidak mau susah payah. Sayangnya, kalau ada atasan yang mendidik dengan tempaan yang berat, banyak yang salah sangka dan menilai negatif. Tapi setelah berhasil nanti, mereka baru menyadari bahwa tempaan yang dilakukan oleh atasannya dulu itu sangat berguna untuk meraih apa yang mereka inginkan. Jadi, kalau ada atasan yang suka menempa bawahannya; apakah itu positif atau negatif? Pada awalnya bisa saja dinilai negatif, tapi setelah ada hasilnya, barulah orang sadar jika itu positif. Makanya, sebagai atasan, Anda tidak perlu khawatir dengan penilaian dari orang lain. Yang penting, lakukan upaya terbaik untuk menggembleng dan mengembangkan anak buah yang Anda pimpin. Hingga bisa meraih pencapaian yang tinggi untuk dirinya sendiri.

Bawahan selalu ingat pada manfaat
Selalu. Setiap orang bertanya; apa manfaatnya buat gue? Begitu pula anak buah kita. Mereka selalu bisa mengingat atasannya yang bisa memberi manfaat. Memang, mudah sekali untuk mengingat manfaat jangka pendek seperti bonus, hadiah atau benda material lainnya. Namun, sifat kebendaan yang cepat habis itu juga berkorelasi dengan memori penerimanya. Kalau bonusnya sudah ludes, biasanya rasa syukur juga otomatis ikut luntur. Makanya, kita perlu melakukan tindakan-tindakan yang bisa memberikan manfaat jangka panjang kepada anak buah. Agar dampaknya lama, dan tentu rasa syukurnya juga lama. Adakah yang seperti itu? Kalau uang, jelas jangka pendek. Tapi ilmu, kebiasaan baik, kedisiplinan, keterampilan kerja, kemampuan mengelola yang kita latihkan kepada mereka; akan menetap sepanjang masa. Seperti halnya Anda masih ingat guru-guru terbaik Anda, maka anak buah Anda kelak akan selalu mengingat Anda. Jika Anda berhasil memberikan manfaat, berupa bekal yang berarti bagi pertumbuhan karir mereka.

Gratis itu sebenarnya yang paling mahal
Memang sih, kadang kita mikir; kenapa mesti susah payah menggembleng anak buah. Kan tidak ada dampaknya dengan penghasilan kita. Selama berhasil mencapai target-target, posisi kita bakal aman. Buat apa lagi memberikan layanan gratis segala? Tak perlulah itu. Benar, jika kita masih terkungkung oleh norma alam material. Memang, kita tidak dapat tambahan uang dengan mendidik dan memintarkan anak buah. Tapi, bukahkah ketika anak buah lebih terampil dan lebih bisa mengelola pekerjaannya membuat tugas teknis kita menjadi semakin ringan? Itu salah satu reward langsung yang kita dapatkan. Reward lainnya, adalah ketika anak buah kita – terucapkan atau tidak – merasa bersyukur pernah punya atasan seperti Anda. Lha, jika mantan anak buah kita yang sudah maju itu tidak tahu terimakasih? Malah dengan bangganya menepuk dada seolah seluruh pencapaiannya dia buat sendiri tanpa kontribusi orang lain, bagaimana coba? Mengapa pusing? Bukankah Anda merasakan kepuasan didalam batin saat menyaksikan orang yang Anda gembleng berhasil meraih suksesnya? Reward yang satu itu, tidak ada tandingannya.

Jika gajah mati, dia meningalkan gading. Lantas, sebagai seorang atasan kita akan meninggalkan apa di benak anak buah sepeninggal kita kelak? Ketika pensiun, apakah mereka masih akan mengenang kebaikan-kebaikan kita? Ataukah perlakuan buruk yang selama ini kita timpakan kepada mereka. Oh, terlampau beresiko jika kita hanya meninggalkan kenangan buruk. Karena selain menyebabkan nilai diri kita jatuh dimata mereka. Kita juga sulit untuk mempertanggungjawabkan kepemimpinan kita. Soalnya, kita percaya bahwa; setiap pemimpin itu akan dimintai pertanggungjawaban soal bagaimana caranya memimpin. Namun jika kita sudah memimpin dengan baik untuk kebaikan orang-orang yang kita pimpin, mungkin lebih mudah untuk menghadapi hari persidangan di akhirat. 

Sehingga kita boleh mengatakan; “Tuhan, sudah saya gunakan kewenangan saya dalam memimpin. Sebesar-besarnya untuk kebaikan orang-orang yang saya pimpin.” Dengan begitu, semoga Tuhan berkenan menerima laporan pertanggungjawaban kita, ya. Amin....

Source:




Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...