Halaman Muka

Kamis, 31 Juli 2014

Karyawan Tak Dikenal

by: Dadang Kadarusman

Kalau mendengar frase ‘orang tak dikenal’ atau ‘mayat tak dikenal’ atau ‘korban tak dikenal’ rasanya tidak terlalu aneh ya. Tapi coba Anda mendengar istilah ‘karyawan tak dikenal’. Aneh kan. Karyawan kok tidak dikenal. Gimana sih? Ya memang aneh. Tapi bisa saya pastikan bahwa dikantor-kantor banyak sekali karyawan yang tidak dikenal. Lho kok bisa? Memang kenyataannya begitu kok. Mereka memang saling kenal sih. Tapi hanya sebatas nama doang. Lebih dari itu mereka tidak saling mengenal dengan baik. Apalah artinya kalau cuman sekedar kenal nama ya kan?

Salah satu kecenderungan kita dikantor adalah, gemar mempertanyakan; “kenapa dia yang mendapatkan kesempatan itu, bukannya gue!” Kalimat itu boleh tidak terucap. Tetapi, kerasa sekali dari sikap dan aura yang melingkupi keseharian kita kan. Sah-sah saja sih jika seseorang mempertanyakan hal itu. Apalagi jika dia merasa memiliki kemampuan yang tidak kalah baiknya dibandingkan dengan orang itu. Bahkan, bisanya orang kan merasa dirinya lebih mampu daripada orang lain. Sah banget. Tapi pertanyaannya adalah; apakah pengambil keputusan dikantor sudah benar-benar paham dengan kemampuan dan keunggulannya itu? Jangan-jangan hanya dikenal namanya saja. Tapi tidak dikenali kapabilitas profesionalnya. Seperti itu loh, karyawan yang tidak dikenal itu.

Memang benar, Anda sudah saling kenal lebih dari sekedar nama. Tetapi dalam konteks profesional, sejauh mana sih Anda sudah mengenal teman Anda? Atau… sudah sejauh mana teman Anda mengenal Anda? Jangan-jangan, Anda tidak benar-benar mengenal ‘siapa sebenarnya teman Anda itu’, dan sebaliknya; teman Anda juga tidak benar-benar mengenal siapa sih sebenarnya Anda sebagai seorang profesional?” Terus, gimana pengambil keputusan dikantor kenal Anda kalau begitu kan?

Emangnya penting? Oh, iyya dong. Contohnya soal keputusan management itu. Mereka mengambil keputusan tentu berdasarkan hasil analisis situasi. Minimal ada informasi-informasi yang diolah terlebih dahulu sebelum sampai pada suatu keputusan penting. Memberi kesempatan karir kepada karyawan, termasuk salah satunya. Kenapa dia, bukan gue? Karena boleh jadi, top management lebih mengenal dia daripada elo. Kira-kira kan begitu.

Yaa tentulah akan ada banyak argumen yang bisa digunakan. Inilah. Itulah, dan sebagainya. Percaya deh. Masing-masing kita tidak akan pernah kehabisan argumen. Tapi, sementara ini kita fokuskan dulu deh kepada kenyataan bahwa pengambil keputusan itu memilih orang lain yang bukan kita. Lalu memusatkan energi kita untuk menemukan jawaban atas pertanyaan ini; bagaimana caranya agar mereka bisa mengenal kapabilitas profesional kita lebih baik? Dengan begitu kan terbuka peluang untuk meraih kepercayaan mereka dimasa mendatang.

Saya cukup lama mengamati ‘para karyawan yang tidak dikenal’ ini. Sebenarnya banyak yang punya kemampuan tinggi. Namun ada beberapa sikap dan kebiasaannya yang menyebabkan keunggulan itu ‘tidak dikenali’. Yang sederhana saja misalnya, perhatikan betapa banyak karyawan yang kalau meeting dengan atasan cuman dieeeeeem aja. Nggak ada inisiatif untuk ikut braistorming, atau mengemukakan gagasan. Kebanyakan pada ‘menyimak’ yang belum tentu benar-benar menyimak. Memang ada juga yang cukup berani bicara di forum itu. Tapi – sejauh saya amati – banyak yang asbun. Dalam banyak situasi, asbun lebih buruk dampaknya daripada diam. Tapi diam melulu membuat kemampuan kita tersebunyi dilorong kelam.

Belajarlah untuk berbicara dalam forum bersama atasan dan pengambil keputusan. Dan pastikan, bahwa apa yang Anda bicarakan itu ada isinya. Berbobot. Karena setiap pernyataan yang berbobot selalu menarik perhatian para boss. Termasuk jika Anda bukan berpendapat, melainkan bertanya. Kualitas sebuah pertanyaan, mencerminkan kualitas pikiran penanya. Dan kualitas pikiran itu, mencerminkan kualitas pribadinya. Boss yang pintar, paham banget soal itu. Ingatlah bahwa rapat merupakan forum penting untuk membuka jalan bagi peluang karir Anda dimasa mendatang.

Tapi…selain tidak setiap hari, meeting kan tidak selalu boleh diikuti semua orang. Orang-orang di level kita ini seringnya sih nggak pernah ikutan meeting dengan orang-orang penting. Gimana dong caranya untuk membuat kita sebagai karyawan yang dikenal? Gampang. Jadilah orang proaktif. Pro aktif dalam hal apa? Banyak hal. Misalnya dalam menyelesaikan hal-hal yang tidak sepatutnya terjadi dikantor Anda. Contohnya. Jika ada sampah berserakan di lantai, ambil deh sapu. Bersihkan. Dan jadikan itu kebiasaan. Dijamin. Anda bakal dikenal sebagai orang yang proaktif. Tapi, biasanya kita kan ambil jalan pintas aja; panggil office boy. Lalu menyuruh dia membuangnya.

Itu hal sepele banget. Kalau Anda mau hal yang lebih berbobot, akan saya kasih contohnya. Perhatikan masalah apa sih yang tengah dihadapi perusahaan. Saya meyakini benar, bahwa karyawan itu tahu pada masalah-masalah yang ada dikantornya. Termasuk Anda. Lantas, apa ide Anda untuk menyelesaikan masalah itu? Jika Anda tampil dengan gagasan-gagasan yang bisa diimplementasikan, saya jamin deh; Anda bakal ‘dikenali’. Sayangnya kebanyakan kita kan lebih suka cuek bebek aja. Toh itu bukan kerjaan kita. Ngapain para boss itu dibayar mahal kalau masalah kantor mesti kita-kita juga yang menyelesaikan. Emangnya, berapa sih gaji gue sampai mesti sebegitunya segala?

Begitulah perilaku pada umumnya karyawan. Baik? Atau buruk? Bisa jadi baik buat kita, jika kita melihat itu sebagai peluang; mumpung orang-orang tidak peduli. Ayo kita mulai peduli. Proaktif sendiri nggak apa-apa. Malah bagus ngurang-ngurangin saingan kan. Saya yakin banget deh. Anda punya banyak ide cemerlang. Terus ide itu mau diapain? Mau diberikan kepada perusahaan dengan berbagai perbaikan yang dilakukan, atau dibiarkan menganggur aja nunggu sampai nanti kita jadi boss seperti mereka. Lah, kelamaan. Lagian, belum tentu jadi boss kok kita.

Justru banyak bukti jika karyawan-karyawan yang proaktif itu dikenal oleh pengambil keputusan melalui sikap proaktifnya loh. Mereka bersedia mengambil inisiatif. Melakukan tindakan nyata meskipun awalnya cuman sendirian. Bekerja sedikit ekstra. Gajinya sih sama aja dengan yang lainnya. Paling beda beberapa puluh ribu aja. Lama kelamaan, ada boss yang bertanya; siapa dia? Boleh juga tuch. Kerjanya dibagian apa? Bisa nggak kalau dia dikasih tanggungjawab yang lebih besar? Nah. Kan begitu. Dan hal itu hampir mustahil terjadi pada karyawan yang pasif bin ngendon doang dipojokan.

Sahabatku, nama kita itu seperti bendera bagi sebuah bangsa. Ayo kibarkan bendera itu dikantor kita. Supaya semua orang dikantor bisa mengenali kita bukan hanya dengan nama. Melainkan reputasi kita sebagai pribadi yang bersikap proaktif, berpikiran positif, dan bertingkah laku produktif. Jika kita berhasil melakukannya, nggak usah khawatir deh dengan masa depan karir kita. Karena setiap perusahaan. Setiap boss. Setiap organisasi bisnis. Membutuhkan orang-orang yang bagus seperti kita. Jika tidak. Maka kita hanya akan menjadi seorang karyawan yang tidak dikenal.

Source:

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...