Halaman Muka

Selasa, 24 April 2012

Siti Johariah, Bocah Cilik Penjual Bakso



Sore ini Selasa  24 April 2012 pada pukul 17.32 wib sembari istirahat sejenak untuk kembali melanjutkan aktivitas kerja, saya iseng-iseng buka TV dan memilih salah satu chanel tv nasional yg menayangkan program inside.

Saya bersyukur kepada Sang Pencipta karena digerakan oleh-Nya untuk menonton televisi yang ternyata isinya tentang perjuangan seorang gadis cilik yatim berusia 7 tahun. Selama melihat tayangan televisi, saya beberapa kali menitikan air mata teringat akan betapa daku seharusnya banyak bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh-Nya. Tuhan juga melalui tayangan tersebut mengingatkan daku bahwa Kita Harus Kaya Harta dan Kaya Hati agar dapat membantu saudara-saudara kita yang masih terus berjuang secara bermartabat meski dalam hidup yang penuh kesulitan.

Tayangan televisi itu juga memberi inspirasi dalam hidup agar tidak pantang menyerah dan terus berupaya secara benar dan halal dalam menjalani kehidupan. Ditengah malam ini, saya mencoba mencari beberapa informasi tentang Siti Johariah si bocah cilik penjual baso dari beberapa sumber. 

Semoga kumpulan informasi ini dapat mengugah kita semua agar hidup menjadi lebih berarti bagi sesama, berarti bagi hidup kita kini dan nanti. Inilah liputan tentang Siti Johariah dari beberapa sumber :

Bangga sekaligus miris, melihat keseharian bocah mungil usia 6 tahun asal Kampung Cipendeuy Desa Cibeureum Kecamatan Cijaku Kabupaten Lebak ini. Siti Johariah, sudah harus banting tulang membantu ibunya memenuhi kebutuhan keluarganya. Setiap hari sepulang sekolah, siswi kelas I SD ini harus keliling kampung menempuh perjalanan sekitar 10 Km, berjualan bakso ikan keliling. Karena ia masih anak-anak, tentu belum bisa mendorong rombong bakso. Jadi bakso dan kuahnya dimasukkan dalam termos nasi yang sebenarnya terlalu besar untuk anak seusianya. Termos seukuran itu berisi kuah tentu sangat berat.

Tak ada keluh kesah dan tak mengenal lelah. Tangan kanan menenteng termos, tangan kiri menenteng ember plastik hitam berisi mangkok-mangkok, sendok kuah, dan peralatan lain. Dengan terseok-seok menenteng beban seberat itu, Siti harus berjalan keluar masuk kampung, terkadang jalanannya menanjak naik. Kalau ada pembeli, Siti akan meracik baksonya di mangkok yang diletakkan di lantai. Maklum ia tak punya meja. Terkadang jika ada anak yang membeli baksonya, Siti ingin bisa ikut mencicipi. Tapi ia terpaksa hanya menelan ludah, menahan keinginan itu. Setelah 4 jam berkeliling, ia mendapat upah 2000 perak saja! Kalau baksonya tak habis, upahnya hanya Rp. 1000,- saja. Lembaran seribuan lusuh berkali-kali digulung-gulungnya.


Semenjak ayahnya meninggal beberapa tahun lalu, ia hanya hidup dengan ibunya yang berprofesi seorang buruh tani. Bocah kelahiran Lebak, 20 Januari 2006, putri pasangan Armiah dan (Alm) Santaja, ini harus rela kehilangan masa kebahagiaan kanak-kanaknya. Tidak seperti anak-anak seusianya, ia harus mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk biaya untuk sekolah dan kebutuhan sekolahnya. Bakso ikan yang setiap harinya didagangkan Siti, adalah milik Ibu Jumrah yang juga tetangganya. Ia harus menyetorkan hasil jualan kepada pemiliknya. Dari hasil penjualan itu ia hanya mengantongi upah sebesar Rp2000. uang itu kemudian diberikannya kepada ibunya

Kegiatan itu sudah dilakukan sejak dirinya masuk bangku sekolah SD. Dia mengaku merasa kasihan dan tidak tega sama ibunya yang harus bekerja keras mencari uang untuk menghidupinya serta memenuhi kebutuhan keluarga. Sebenarnya, Siti sangat berkeinginan memiliki uang simpanan untuk membantu ibunya dan memenuhi kebutuhan sekolah seperti tas, buku, seragam dan kebutuhan lain termasuk membayar uang SPP sekolah. Karena uang hasil jualannya itu diberikan kepada ibunya, Siti-pun tidak pernah memegang uang untuk jajan di sekolah.

Siti merupakan anak kedua dan ia punya kakak berusia 21 tahun, yang sekarang sudah bekerja menjadi buruh di daerah Bayah, Malingping. Walau usianya masih sangat kecil, Siti terbilang sudah sangat memikirkan masa depannya. Bahkan bocah yang bercita-cita ingin menjadi Ustadzah ini selalu giat belajar agar menjadi orang sukses dan tidak memberatkan beban orangtuanya. Karena terbiasa menghitung uang, Siti-pun dikenal sangat mahir dalam mata pelajaran Matematika. Ia kerap mengajari teman-teman di kelasnya dalam mata pelajaran tersebut. Ia dikenal sebagai bocah yang pendiam serta mudah bergaul sehingga ia memiliki banyak teman di sekolahnya. “Saya sekolah di SD Cijaku, kelas 1,” tandasnya.

Siti berasal dari keluarga kurang mampu, kondisi rumahnya yang terbilang kurang bagus terbuat dari bilik bambu, beratapkan rumbia dan berlantaikan tanah. Namun dengan kehidupannya seperti itu, Siti tetap semangat untuk menggapai cita-cita dan masa depannya. Untuk menempuh kediaman Siti, dibutuhkan waktu cukup panjang, sekitar 4 jam dari pusat Kota Rangkasbitung dan 6 – 7 jam dari Kabupaten Pandeglang. Masyarakat sekitarnya, rata-rata berprofesi sebagai petani dan pedagang kecil-kecilan. Kondisi infrastruktur jalan yang masih butuh perbaikan, jalan berbatu dan tanah licin, membuat para pengendara motor harus ekstra hati-hati ketika melintasinya.

 Ibunya, Armiah, adalah seorang buruh cangkul di sawah milik orang lain. Tak setiap hari ia mendapat upah uang tunai. Terkadang ia hanya dijanjikan jika kelak panenan berhasil ia akan mendapatkan bagi hasilnya. Setiap hari kaki Ibunda Siti berlumpur lumpur sampai setinggi paha. Ia hanya bisa berharap kelak panenan benar-benar berhasil agar bisa mendapat bayaran.

Armiah, Ibunda Siti, mengaku sangat kasihan melihat anaknya harus berjualan seperti itu, walau tidak tega, namun Armiah tidak bisa melarang anaknya, “Itu memang keinginannya sendiri, saya beberapa kali melarangnya, tapi tetap saja dia mau jualan katanya. Saya hanya bisa mendoakan, mudah-mudahan anak saya jadi orang yang berguna,” imbuhnya

Pada saat tulisan ini dibuat Siti telah mendapat beberapa bantuan seperti dari : Kompasianers, Rumah Zakat, Kaskuser dan lain-lain. Meski demikian, masih banyak ‘Siti-Siti Yang Lain” yang belum terekspos. Dan juga bantuan tersebut masih banyak diperlukan karena jalan yang ditempuh Siti masih cukup panjang.

Ada rasa sedih, geram dan amarah melihat fenomena di atas. Terutama bila disandingkan dengan fenomena para “sosialita”, oknum aparat negara dan para koruptor.

Mungkin kita semua tidak dapat menyinari gelapnya malam seperti sinarnya sang mentari. Namun dengan menyalakan lilin kita dapat mendapatkan cahaya pelita di gelapnya malam.
Dan marilah kita memulai dari lingkungan terdekat disekitar kita. Masih banyak diantara mereka yang terus berjuang dengan cara yang halal dan benar serta bermartabat di mata Tuhan dalam menjalani perjuangan hidup.

Semoga Kita semua menjadi Manusia yang mulia di mata makhluk di bumi dan makhluk di langit serta dihadapan Sang Pencipta, dimana Kita semua akan kembali kehadapan-Nya....

Sumber :
·         http://www.kaskus.us
·         http://satelitnews.co.id

Note : 
Siti pernah ditayangkan dalam program "Orang-Orang Pinggiran" di chanel tv Trans7





Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...